Oleh febbruarina riski
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam pembahasan Tasawuf dibicarakan
tentang hubungan jiwa dengan badan. Yang dikehendaki dari uraian tentang
hubungan antara jiwa dan badan dalam Tasawuf tersebut adalah terciptanya
keserasian antara ke-2 nya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan
para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikan
manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat
terjadi. Dari sini, baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah
dkategorikan sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang
ditampilkan seseorang baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya,
jika perbuatan yang ditampilkannya
jelek, ia disebut sebagai orang yang berakhlak jalek. Dalalm pandangan kaum
sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas
dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuhnya adalah nafsu-nafsu hewani atau
nabati, yang akan tampil dalam perilakunya adalah perilaku hewani atau nabati
pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang akan tampil
dalam perilakunya adalah perilaku insani pula. Orang yang sehat mentalnya
adalah yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup, karena orang-orang inilah
yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga, dan mampu menggunakan
segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara membawa kebahagiaan
dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti
yang luas, terhindar dari kegelisahan-kegelisahan dan gangguan jiwa, serta
tetap terpelihara moralnya.\
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hubungan
Tasawuf Dengan Ilmu Jiwa
Bukan
merupakan sesuatu yang berlebih-lebihan bila kita mengatakan bahwa para sufi
adalah pakar ilmu jiwa sekaligus dokter jiwa. Sering kali datang kepada syekh
sufi, orang-orang yang menderita penyakit kejiwaan, lalu mereka mendapatkan di
sisinya perasaan santun, keikutsertaan perasaan, pehatian, rasa aman, dan
ketenangan. Inilah salah satu sebab dalam percakapan sehari-hari, orang banyak
mengkaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan dalam diri manusia. Hal ini cukup
beralasan mengingat dalam substansi pembahasannya, tasawuf selalu membicarakan
persoalan-persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Hanya saja, ‘dalam jiwa’
yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentunya tidak lepas dari
sentuhan-sentuhan keislaman. Dari sinilah, tasawuf terlihat identik dengan
unsur kejiwaan manusia muslim.
Mengingat
adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas (tasawuf)
dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak dapat lepas
dari kajian tentang kejiwaan manusia itu sendiri.
Dalam
pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan agar tercipta
keserasian di antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini
dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana hubungan perilaku yang
dipraktikkan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga
perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini baru muncul kategori-kategori perbuatan
manusia sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan
seseorang baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika
perbuatan yang ditampilkan buruk, ia disebut sebagai orang yang berakhlak
buruk.
Dalam
pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang
berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuhnya adalah nafsu-nafsu
hewani atau nabati, yang akan tampil dalam prilakunya adalah prilaku hewani
atau nabati pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang akan
tampil dalam prilakunya adalah prilaku insani.
Kalau
para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia, hal itu
dapat pula berarti bahwa hakikat, zat, dan inti kehidupan manusia terletak pada
unsur spiritual atau kejiwaannya. Ditekankannya unsur jiwa dalam konsepsi
tasawuf tidak berarti bahwa para sufi mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur
ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat memerlukan jasmani dalam
melaksanakan kewajiban beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah-Nya di bumi.
Seseorang tidak akan sampai kepada Allah dan beramal dengan baik dan sempurna
selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan jasmani yang sehat merupakan jalan
kehidupan rohani yang baik. Pandangan kaum sufi mengenai jiwa erat hubungannya
dengan ilmu kesehatan mental. Ilmu kesehatan mental ini merupakan bagian dari
ilmu jiwa (psikologi).
Dalam
masyarakat belakangan ini, istilah mental tidak asing lagi. Orang-orang dapat
menilai apakah seseorang itu baik mentalnya atau tidak. Dalam ilmu psikiatri dan
psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai nama lain kata personality
(kepribadian), yang berarti bahwa mental adalah semua unsur jiwa, termasuk
pikiran,emosi, sikap (attitude), dan perasaan yang dalam
keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu
hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenangkan atau
sebagainya.
Bagi
para ahli di bidang perawatan jiwa, terutama di negara-negara yang telah maju,
masalah mental ini telah menarik perhatian mereka sampai jauh sekali, sehingga
dapat melakukuan penelitian-penelitian ilmiah yang menghubungkan antara
kelakuan dan keadaan mental. Mereka telah menemukan hasl-hasil yang memberikan
kesimpulan tegas, yang membagi manusia pada dua golongan besar, yakni golongan
yang sehat dan golongan yang kurang sehat.
Orang
yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu merasakan kebahagian dalam hidup
karena orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga,
dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan
cara yang membawanya pada kebahagiaan dirinya dan orang lain. Di samping itu,
ia mampu menyesuaikan diri, yang dalam arti yang luas terhindar dari kegelisahan-kegelisahan
dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.
Pada
prilaku orang sehat mental akan tampak sikap yang tidak ambisius, tidak
sombong, rendah hati dan apatis, tetapi tetap wajar, menghargai orang lain,
merasa percaya diri, dan selalu gesit. Setiap tindak-tanduknya ditujukan untuk
mencari kebahagiaan bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan
pengetahuan yang dimikilinya digunakan untuk meraih manfaat dan kebahagiaan
bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang ada padanya bukan untuk bermegah-megah dan
mencari kesenangan sendiri tanpa mengindahkan orang lain, tetapi digunakan
untuk menolong orang miskin dan melindungi orang lemah.
Sementara
cakupan golongan yang kurang sehat sangatlah luas, dari yang paling ringan
hingga yang paling berat. Dari orang yang merasa terganggau ketenteraman hatinya
hingga orang yang sakit jiwa. Gejala umum yang tergolong pada orang yang kurang
sehat dapat dilihat dalam beberapa segi, antara lain:
1.
Perasaan,
yaitu perasaan terganggu, tidak tenteram, rasa gelisah tidak tentu yang
digelisahkan, tetapi tidak dapat pula menghilangkannya (anxiety), rasa
takut yang tidak masuk akal atau tidak jelas yang ditakutinya (fhobi),
rasa iri, rasa sedih yang tidak beralasan, rasa rendah diri, sombong, suka
bergantung pada orang lain, tidak mau bertanggung jawab, dan sebagainya.
2.
Pikiran, gangguan
terhadap kesehatan mental dapat pula memengaruhi pikiran, misalnya anak-anak
menjadi bodoh di sekolah, pemalas, pelupa, suka membolos, tidak dapat
berkonsentrasi dan sebagainya. Demikian pula, orang dewasa mungkin merasa bahwa
kecerdasannya telah merosot. Ia merasa kurang mampu melanjutkan sesuatu yang
telah direncanakannya baik-baik, mudah dipengaruhi orang lain, menjadi pemalas,
apatis, dan sebagainya.
3.
Kelakuan, pada
umumnya kelakuannya tidak baik, seperti nakal, keras kepala, suka berdusta,
menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang lain, membunuh, merampok dan
sebagainya, yang menyebabkan orang lain menderita dan haknya teraniaya.
4.
Kesehatan, jasmaninya
dapat terganggu, bukan karena adanya penyakit yang benar-benar mengenai jasmani
itu, tetapi sakit akibat jiwa yang tidak tenteram. Penyakit ini disebut
psikosomatik. Gejala penyakit ini, yang sering terjadi, seperti sakit kepala, merasa
lemas, letih, sering masuk angin, tekanan darah tinggi atau rendah, jantung,
sesak napas, sering pingsan (kejang), bahkan sampai sakit yang lebih berat,
seperti lumpuh sebagian anggota badan, lidah kelu dan sebagainya. Yang penting
adalah penyakit jasmani ini tidak mempunyai sebab-sebab fisik sama sekali.
Berbagai
penyakit seperti di jelaskan diatas sesungguhnya akan timbul pada diri manusia
yang tidak tenang hatinya, yakni hati yang jauh dari Tuhannnya. Ketidaktenangan
itu akan memunculkan penyakit-penyakit mental, yang pada gilirannya akan
menjelma menjadi perilaku yang tidak baik dan menyeleweng dari norma-norma umum
yang disepakati.
Bagi
orang yang dekat dengan Tuhannya, yang akan tampak dalam kepribadiannya adalah
ketenangan. Perilakunya juga akan menampakkan perilaku dan akhlak-akhlak yang
terpuji. Semua ini bergantung pada kedekatan manusia dengan Tuhannya inilah
yang menjadi garapan dalam tasawuf dan ilmu kesehatan mental.
BAB
III
KESIMPULAN
·
Dalam
pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan agar tercipta
keserasian di antara keduanya.
·
Dalam pandangan
kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa
atas dirinya. .
·
Seseorang tidak akan sampai kepada Allah dan
beramal dengan baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan
jasmani yang sehat merupakan jalan kehidupan rohani yang baik.
·
Orang yang
sehat mentalnya adalah orang yang mampu merasakan kebahagian dalam hidup karena
orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga, dan
mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara
yang membawanya pada kebahagiaan dirinya dan orang lain.
·
Bagi orang yang
dekat dengan Tuhannya, yang akan tampak dalam kepribadiannya adalah ketenangan.
Perilakunya juga akan menampakkan perilaku dan akhlak-akhlak yang terpuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar