hadist tentang amar ma'ruf nahi mungkar


HADIST TENTANG AMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR (KLP 6)
oleh:
Chairil
Rahmad Satria
Maizatul Lifia
ikhda Novita Sari

BAB I
PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pilar dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Sesungguhnya diantara peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, adalah saling menasehati, mengarahkan kepada kebaikan, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. At-Tahdzir (memberikan peringatan) terhadap yang bertentangan dengan hal tersebut, dan segala yang dapat menimbulkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla, serta yang menjauhkan dari rahmat-Nya.Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar (menyuruh berbuat yang ma’ruf dan melarang kemungkaran) menempati kedudukan yang agung.
Al Qur'an al karim telah menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan umat Islam istimewa adalah karena ia mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran: 110)
Ini adalah gambaran yang indah bagi pengaruh amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam masyarakat, yang jelas bahwa amar ma'ruf dan nahi mungkar bisa menyelamatkan orang-orang lalai dan orang-orang ahli maksiat dan juga orang lain yang taat dan istiqamah, dan bahwa sikap diam atau tidak peduli terhadap amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan suatu bahaya dan kehancuran, ini tidak hanya mengenai orang-orang yang bersalah saja, akan tetapi mencakup semuanya, yang baik dan yang buruk, yang taat dan yang jahat, yang takwa dan yang fasik


BAB II
PEMBAHASAN
Para Ulama islam sepakat bahwa mengajak berbuat baik dan mencegah berbuat kejahatan atau “al-Amr bi al-makruf wa al-nahyi ‘an al-mungkar” adalah keharusan setiap muslim. Perbedaannya hanya terletak pada pelaksanaanya. Berikut ini uraian amar makruf nahi mungkar menurut al-Qur’an dan hadist nabi.
QS. Ali Imran 104
 وَلْتكُنِ مِنْكُمْ اُمَّةُ يَدْعُوْنَ اِلَى الخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِهُوْنَ.
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itu lah orang-orang yang beruntung (Ali Imran :104)
Qs. Ali Imran 110
كُنْتُمْ خَيْرُ أُمُّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وتُأْمِنُوْنَ بِاللَهِ وَلَوْ اَمَنَ اَهْلُ الْكِتَابَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمْ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمْ الْفَاسِقُوْنَ
Kamu umat islam adalah umat terbaik yang di lahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, bnamun kebanyakan mereka adalah orang-orang  pasik.(QS. Ali Imran : 110)
Dalam ayat 104 di atas, Allah menganjurkan kepada orang-orang islam, hendaklah diantara mereka ada orang-orang yang aktif berdakwah di jalan Allah, yaitu memberikan penjelasan-pnjelasan tentang ajaran-ajaran agama yang harus di laksanakan dan di berikan penerangan tentang larangan-larangan Allah bagi orang-orang islam. Tumbuhnya amar makruf nahi mungkar di kalangan umat islam akan menjamin kebahagiaan hidup mereka baik di dunia maupun di akhirat.
Sedangkan ayat 110, Allah menegaskan bahwa umat islam adalah memang diciptakan untuk menjadi umat teladan bagi umat-umat yang lain karena mereka membawa misi dakwah, yaitu mengajak kepada perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, serta mencegah segala perbuatan yang keji dan mungkar.
Hadist  tentang perintah melakukan amal ma’ruf nahi mugkar
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ دَعَا اِلَى هُدًي كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبَعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئا وَمَنْ دَعَا اِلَى ضَلَالَةَ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثلُ آثَامِ مَنْ تَبَعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئا (روه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “siapa saja yang mengajak kepada kepada kebenaran, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan siapa saja yang mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapat dosa seperti dosa orang yang mengerjakan tanpa dikurangi sedikitpun” (HR Muslim)

A.     Penegak Kebenaran Selalu Muncul
حَدِيْثُ اْلمُغِيْرَةِ بْنِ شُعْبَةَ, عَنِ النَّبِىِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, قَالَ: لَايُزَالُ النَّاسُ مِنْ أُمَّتِى ظَاهِرِيْنَ حَتَّى يَاْتِيَهُمْ اَمْرُ اللهِ وَهُمْ ظَاهِرُوْنَ. (متفق عليه)
 “Dari Al-Mughairah bin Syu’bah dari Nabi saw, ia berkata : sekelompok dari umatku selalu memperjuangkan (kebenaran) sehingga datang kepada mereka keterangan Allah, sedang mereka menempuh jalan yang benar”.


1.      Bahaya orang yang tidak mencegah kemunkaran

عَنْ اَبِى بَكْرٍ الصِدِّيقِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: يَااآيُّهَا النَّاسُ اِنَّكُمْ تَقْرَئُوْنَ هَذِهِ الْآيةَ: "يَاآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا عَلَيْكُمْ اَنْفُسَكُمْ لَايَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَديْتمْ،" و اِنَّى سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: اِنَّ النَاسَ اِذَا رَأَوُا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوْا عَلَى يَدَيْهِ اَوْ شَكَ اَنْ يَعُمَّهْمُ اللهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ. (رواه ابو داود, الترمذى,و النسائى)
Abu Bakar Asshiddiq r.a berkata; hai sekalian manusia, hendaklah kalian membaca ayat ini: “YAAIYUHAL LADZINA AAMANU ‘ ALAIKUM ANFUSAKUM LAA YADHURRUKUM MAN DHALLA IDZAH TADAITUM”. (hai sekalian orang yang beriman, jagalah dirimu tiadalah orang yang sesat itu akan memberikan mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk). Dan  sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “ sesungguhnya apabila orang-orang melihat orang yang bertindak  dhalim (berbuat jahat) kemudian mereka tidak mencegahnya, maka sesungguhnya Allah akan meratakan siksaan kepada mereka akibat perbuatan tersebut.[1]

2.      Akibat Memerintah Pada yang Ma’ruf Tapi Tidak Melaksanakannya
حَدِيْثُ أُسَامَةَ قِيْلَ لَهُ: لَوْ اَتَيْتَ فُلَانًا فَكَلَّمْتَهُ قَالَ: اِنكُمْ لَترَوْنَ أَّنِّى لَا أُكَلِمُهُ اِلَّا اُسْمِعُكُمْ. اِنِّى اُكَلِّمُهُ فِى السِرِّ, دُوْنَ أَنْ اَفْتَحَ بَابًا لَا اَكُوْنُ اَوَّلَ مَنْ فَتَحْهُ. وَلاَ اَكُلُ لِرَجُلٍ, أَنْ كَانَ عَلَىَّ أَمِيْرًا: اِنَّهُ خَيْرُ النَّاسِ, بَعْدَ شَىْءٍ سَمِعْتهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلى الله عليه وسلمَ قَالُوْا: وَمَا سَمِعْتهُ يَقُوْلُ؟ قَالَ سَمِعْتهُ يَقُوْلُ: ((يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, فَيُلْقَى فِى النَّارِ, فتندَلِقُ أَقْتَابُهُ فِى النَّارِ, فَيَدُوْرُ كَمَا يَدُوْرُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ، فَيَجْتَمِعُ اَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ, فَيَقُوْلُوْنَ: أَىْ فُلَانُ! مَا شَأْنُكَ؟ اَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ, وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ؟ قَالَ: كُنْتُ آمُرْكُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَا آتِيْهِ, وَانهَا كُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ واتِيْهِ)). (متفق عليه)
Usamah r.a ketika ditanya: mengapakah anda tidak pergi kepada fulan itu untuk menasehatinya. Jawabnya: kalian mengira aku tidak bicara kepadanya melainkan jika kamu dengar, sungguh aku telah menasehatinya dengan rahasia, jangan sampai akulah yang membuka pintu, yang aku tidak ingin menjadi pertama yang membukanya, dan aku tidak memuji orang itu baik meskipun ia pimpinanku setelah aku mendengar Rasulullah saw bersabda: orang bertanya: apakah yang anda dengar dari Rasulullah Saw? Jawab Usamah: aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda; aku dihadapkan seorang pada hari qiamat kemudian dibuang kedalam neraka, maka keluar usus perutnya dalam neraka, lalu ia berputar-putar bagaikan himar yang berputar dipenggilingan, maka berkumpullah penghuni neraka padanya dan berkata: hai fulan mengapakah anda? Tidakkah dahulu engkau menganjurkan kami untuk berbuat baik dan mencegah dari yang munkar? Jawabnya: benar aku menganjurkan kepadamu kebaikan tetapi aku tidak mengerjakannya, dan mencehgah kamu dari yang munkar tapi aku melakukannya.[2]

B. Perintah Mencegah Kemungkaran
Nabi Muhammad saw menyuruh kita untuk mengubah kemungkaran yang kita saksikan, kemungkaran tersebut harus di ubah agar berganti mnjadi kebaikan sesuai dengan kadar kemampuan kita .
Mencegah kemungkaran adalah bagian dari cabang iman sedang iman bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan kondisi seseorang dalam melaksanakan perintah syariat. Semakin banyak melakukan kebijakan maka iman pun semakin kuat, sebaliknya semakin banyak melakukan maksiat maka iman pun semakin rapuh. Oleh  sebab itu manusia di haruskan selalu menyuru kepada kebaikan dan mencegah yang mungkar agar dapat mempertebal keimanannya. Seperti sabda Rasulullah.
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإيْمَانِ (روه المسلم)
Dari Abu Sa’id Al Khudri ra, ia berkata saya telah mendengar Rasulullah saw berabda: Barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran maka ubahlahkemungkaran tersebut dengan tangannya jika tidak mampu maka dengan lisanni, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah selamahnya iman.  )HR.muslim).[3]
Rasulullah bersabda “ siapa yang menyaksikan”, yang di maksud oleh nabi adalah siapa saja yang mengetahuinya, meskipun belum melihat dengan mata kepalanya. Jadi mencakup orang yang melihat dengan matanya langsung atau mendengar dengan telinganya, atau mendapat kabar yang meyakinkan dari orang lain. Maksud menyaksikan disini bukan dengan mata kepala saja,. Meskipun zhahir hadist menunjukkan hal itu hanya penglihatan dengan mata kepala saja, namun selama lafazhnya mencakup makna yang lebih umum maka bisa di maknai dengan umum.
            Nabi Muhammad saw telah memberikan perintah kepada segenap ummat untuk mengubah kemungkaran apabila ia menyaksikannya, dan perlu di katakan: setiap orang memiliki tugas untuk melakukannya, yang paling utama adalah jika kita mengubahnya dengan menggunakan kekuaasaan yang kita miliki, kita harus menggunakan kekuasaan tersebut untuk menegakkan kebenaran apabila kita tidak mau melakukan yang demikian maka usahakanlah untuk mengubahnya dengan menggunakan nasihat-nasihat berupa ucapan atau lisan. Tapi jika ternyata tidak mampu mengubahnya dengan nasehat maka kita harus membentengi diri kita untuk tidak terlibat dalam kemungkaran tersebut. Artinya, hati kita harus senantiasa berharap untuk dapat mengubah kemungkaran itu menjadi kebajikan dan jangan sampain membenarkan kemungkaran tersebut. Meskipun demikian, nabi  mengisyaratkan bahwa berusaha mengubah kemungkaran hanya dengan hatinya menandakan tingkat iman seseorang masih lemah sekali.
Dalam hadist lain nabi meriwayatkan perumpamaan orang-orang yang eggan menyuru kepada amar makruf nahi mungkar.
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِ ص م قَالَ "مَثَلُ الْقَائِمِ فِي حُدُوْدِ اللهِ وَاْلوَاقِعِ فِيْهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوْا عَلَى سَفِيْنَةٍ فَصَارَ بَعْضُهُمْ اَعْلاَهَا وَ بَعْضُهُمْ اَسْفَلَهَا، وَكَانَ الَّذِيْنَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوْا عَلَى مَنْ  فَوْقَهُمْ فَقَالُوْا: لَوْاَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيْبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَاِنْ تَرَكُوْهُمْ وَمَا أَرَادُوْا هَلَكُوْا جَمِيْعًا وَاِنْ أَخَذُوْا عَلَى أَيْدِيْهِمْ نَجَوْا وَ نَجَوْا جَمِيْعًا (روه البخاري)
Dari An-Nu’man  Ibn Basyir ra, dari nabi saw beliau bersabda perumpamaan orang yang teguh menjalanankan hukum Allah dan orang-orang yang terjerumus di dalam adalah bagaikan satu kaum yang terbagi tempat dalam satu kapal sebagian mereka ada di bagian atas kapal dan sebagian lagi ada di bagian bawah. Sedang orang di bagian bawah jika memerlukan air mereka harus naik ke atas melewati orang-orang yang di atas. Maka mereka berkata “seandainya  jika kita melobangi di bagian bawah, kita tidak lagi menunggu orang-orang yang di atas kita “. Maka jika mereka yang di atas membiarkan maksud mereka (yang dibawah) pasti mereka semua binasa. Tetapi jika mereka mencegah tangan mereka, tentu mereka selamat dan semuanya selamat. (HR.Bukhari).[4]


Allah juga berfirman dalam surat  Al-A’raf : 165
فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذَكِّرُوْا بِهِ أَنجَيْنَا الَّذِيْنَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوْءِ وَأَخَذْنَا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا بِعَذَابِ بَئِيْسِ بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْنَ
Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingati kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan kami timpakan kepada orng-orang yang zhalim siksaan yang keras, di sebabkan mereka selalu berbuat fasik.
Hadist tentang larangan melakukan kemungkaran
عَنْ ابْنَ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا مِنْ نَبِيٍ بَعَثَهُ اللهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي اِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ اُمَّتِهِ حَوَارِيُّوْنَ وَاَصْحَابِ يَأُخُذُوْنَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُوْنَ بِأَمْرِهِ، ثُمَّ اِنَّمَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوْفٌ يَقُوْلُوْنَ مَا لَا يَفْعَلُوْنَ، وَ يَفْعَلُوْنَ مَا لاَ يُؤْمَرُوْنَ، فَمَنْ جَاهَدُهُمْ بِيَدِهِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ جَاهَدُهُمْ بِلِسَانِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدُهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنُ لَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإِيْمَانِ حَبَّةَ خَرْذَلٍ (روه مسلم)
Dari Ibnu mas’ud ra. Ia berkata: rasulullah saw bersabda : nabi-nabi yang diutus sebulumku pasti didampingi sahabat-sahabat yang setia. Mereka mengikuti sunahnya dan mengerjakan apa yang diperintahkan sesudah mereka, muncullah orang-orang yang suka berbicara dan tidak suka beramal, mereka membuat sesuatu yang tidak diperintahkan. Siapa saja yang memerangi mereka dengan tangannya (kekuasaannya), maka ia adalah orang yang beriman, siapa saja yang memerangi mereka dengan lisan maka ia adalah orang yang beriman, dan barang siapa yang memerangi dengan hatinya, maka ia juga orang yang beriman, Selain itu, maka tidak ada lagi iman walaupun sebesar biji sawi (HR muslim)

DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdullah, dkk, Lu’lu’ Wal Marjaan (1882), Penerbit Darul Fikri..
Imam Nawawi, Terjamah Riyadus Shalihin, Jakarta: Penerbit Pustaka Amani, 1999.




[1] Imam Nawawi, Terjamah Riyadus Shalihin, (Jakarta: Penerbit Pustaka Amani, 1999), jilid 1, hal. 222.
[2]Abu Abdullah, dkk, Lu’lu’ Wal Marjaan (1882), Penerbit Darul Fikri, hal.325.
[3] Imam Nawawi,...., hal. 212.
[4] Ibid,…, hal. 214.


Baca Juga Artiker Terkait:

2 komentar:

DAFTAR ISI