oleh:
RUSLAN
AHMAD
BAIZAWI
MUHAMMAD
FAUZAN
NAJAMUDDIN
1.
HADIST TENTANG MUKMIN YANG KUAT LEBIH DICINTAI DIBANDING MUKMIN
YANG LEMAH
Diriwayatkan
oleh Imam Muslim ra, beliau berkata “Abu bakar bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair
meriwayatkan kepada kami, mereka berdua berkata “ Abdullah bin idris
meriwayatkan kepada kami dari Rabi’ah bin Utsman dari Muhammad Bin Yahya bin
Habban dari Al-A’raj dari Abu Hurairah ra. Beliau berkata Rasullullah saw
bersabda,
ااَلْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنَ
الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَ فِيْ كُلٍّ خَيْرٌ، إِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ
وَاسْتَعِنْ بِااللَّهِ وَلاَ تَعْجَزْ، وَ إِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ :
لَوْ أَنَّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَ كَذَا، وَلَكِنْ قُلْ : قَدَرُ اللَّهِ وَ
مَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ (رواه المسلم)
‘Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai oleh Allah dari pada seorang mukmin yang lemah, dan keduannya memiliki
kebaikan. Bersegeralah terhadap sesuatu yang bermanfaat bagimu, mohonlah
pertolongan kepada Allah didalam melakukannya dan janganlah meresa lemah, jika
sesuatu menimpamnu, maka janga kamu mengatakan ‘seandainya aku melakuakannya
niscaya akan begini dan begitu, akan tetepi ucapkan lah, ini adalah ketentuan
dari Allah, dia melakukan apa yang dikehendekakinya. Karena kata seandainya
dapat membuka tipu daya syaitan.’(HR.Muslim)
Maksud mukmin kuat dalam hadits di atas adalah
kuat imannya, bukan semata kuat fisik atau materi. Karena kuatnya fisik dan
materi akan membahayakan diri jika digunakan untuk kemaksiatan kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala.
Pada dasarnya, kuatnya fisik dan materi bukan
sebagai pijakan mulia atau tercela. Hanya saja, jika keduanya digunakan untuk
kemanfaatan di dunia dan akhirat, ia menjadi terpuji. Sebaliknya, jika
digunakan untuk kemaksiatan terhadap Allah, ia menjadi tercela.
Kuat dalam hadits di atas mencakup kuat fisik,
jiwa, dan materi. Kemudian semua itu diikat dengan iman kepada Allah Ta'ala,
ridha dan menerima qadha' dan qadar. Sehingga mukmin yang kuat dalam hadits di
atas, adalah mukmin yang kuat tekad dan semangatnya –khususnya dalam urusan
akhirat- sehingga ia lebih banyak maju melawan musuh dalam jihad, lebih
semangat keluar dan pergi menyambut jihad, lebih semangat dalam melakukan amar
ma'ruf dan nahi munkar, dan bersabar atas ujian di dalamnya. Kuatnya di
sini mencakup kuatnya kerinduan terhadap Allah Ta'ala dan menjalankan
tuntutannya berupa shalat, puasa, zikir, infak, shadaqah, dan ibadah-ibadah
lainnya; lebih aktif mencari dan menjaganya.
Kuat dalam hadits di atas mencakup kuat fisik,
jiwa, dan materi. Kemudian semua itu diikat dengan iman kepada Allah Ta'ala,
ridha dan menerima qadha' dan qadar.
Sedangkan makna mukmin lemah adalah kebalikan
dari semua ini. Namun tidak boleh diremehkan, sebab ia masih dalam lingkup baik
karena masih ada iman dalam dirinya.
Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
memerintahkan setiap mukmin, baik yang kuat maupun yang lemah, untuk
bersemangat dalam mencari apa yang manfaat untuk dirinya dari urusan dunia dan
akhiratnya. Namun tidak boleh lupa terhadap kuasa Allah dengan senantiasa
meminta pertolongan kepada-Nya dalam menjalankan usaha tersebut. "Semangatlah
meraih apa yang manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan
jangan bersikap lemah."
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh
menjelaskan maksud hadits di atas, "Dan maksudnya: bersemangat dalam menjalankan
sebab yang bermanfaat bagi hamba dalam urusan dunia dan akhiratnya dari
sebab-sebab yang wajib, sunnah, dan mubah yang telah Allah syariatkan. Lalu
dalam mengerjakan sebab tersebut, hamba tadi meminta tolong kepada Allah
semata, tidak kepada selain-Nya, agar sebab itu menghasilkan dan memberi
manfaat. Bersandarnya hanya kepada Allah Ta'ala dalam mengerjakannya. Karena
Allah lah yang menciptakan sebab dan akibatnya. Suatu sebab tidak akan berguna
kecuali jika Allah mengizinkannya. Sehingga hanya kepada Allah Ta'ala semata ia
bertawakkal dalam mengerjakan sebab. Karena mengerjakan sebab adalah sunnah,
sementara tawakkal adalah tauhid. Jika ia menggabungkan keduanya, maka akan
terwujud tujuannya dengan izin Allah." (Fath al-Majid: 560)
Usaha dan isti'anah harus terus dilakukan,
tidak boleh melemah karena malas, putus harapan, perkataan orang, perasaan
tidak enak, mitos atau sebab yang tak jelas lainnya. Karena ada sebagian orang
yang sudah bersemangat menggapai apa yang dibutuhkannya dan disyariatkan kepadanya,
lalu ia melemah dan malas sehingga meninggalkan amal tersebut. Manfaat dan
mashlahat yang dibutuhkannya hilang begitu saja sehingga ia menjadi manusia
merugi.
Bagi seorang muslim jika melihat suatu
pekerjaan yang mendatangkan manfaat dan guna untuk dirinya, hendaknya ia
semangat mengerjakannya dan beristi'anah kepada Allah agar dikuatkan dan
dimudahkan, lalu komitmen dan konsisten menyelesaikan pekerjaannya. Jika
demikian berarti ia mengikuti wasiat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam
hadits ini sehingga ia terkategori sebagai mukmin yang kuat. Di samping manfaat
dan mashlahat yang dibutuhkannya diperoleh, ia juga mendapatkan pahala dalam
kesungguhannya tersebut.
Dikisahkan dari
perjalanan hidup Imam al-Kasai, seorang ulama ahli Nahwu, saat mulai bejalar
ilmu Nahwu beliau mendapati kesulitan sehingga hampir putus asa. Kemudian
beliau menemukan seekor semut membawa makanan ke atas tembok. Setiap semut itu
naik sedikit, ia terjatuh. Begitu berulang-ulang sehingga ia berhasil naik ke
atas. Imam al-Kasai mengambil pelajaran dari semut tersebut, beliau
bersungguh-sungguh dalam belajar sampai menjadi imam besar dalam ilmu Nahwu.
Hadist yang
sarat dengan makna ini mencakup beberapa landasan didalam agama yang sangat
agung, dan mencakup beberapa kaidah yang digunakan oleh seorang muslim didalam
kehidupannya sehari-hai, bahakan dalam gerakannya. Al-Iman Ibnul Qayim ra
berkata ‘ Hadist ini adlah sesuatu yang tidak akan terlepas dari kebutuhan
seorang muslim selamanya, bahkan ia adalah seuatu yang sangat dibutuhkan’.
Didalam hadist
ini Rasulullah saw menjelaskan Allah mencintai orang-orang mukmin, terutama
orang mukmin yang kuat sebagaimana Allah pun mencintai orang-orang yang
bertakwa, berbuat baik, bersabar, bersyukur, bertaubat bersuci dan adil.
2.
HADIST TENTANG LARANGAN KELUAR ATAU MASUK KE DAERAH YANG SEDANG
DITIMPA WABAH CACAR
Rasulullah saw
melarang orang keluar dari daerah yang sedang dijangkiti peyakit cacar atau
masuk kedalamnya, karena hal itu berarti menjerumuskan diri kedalam bahaya.
Juga untuk mebatasi penyakit pada daerah tertentu agar tidak meluas ke daerah
lain. Inilah yang sekarang disebut karantina.
Diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi dari Usamah bin Zaid dengan menyatakannya sebagai hadist yang
hasan dan shahih bahawa nabi saw menyebut wabah cacar.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ الطَّاعُوْنَ فَقَالَ بَقِيَّةُ رِجْزٍ أَوْ
عَذَابٍ أَرْسِلَ عَلَى طَائِفَةٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ فَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ
وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا
وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَلَسْتُمْ بِهَا فَلَا تَهْبِطُوْا عَلَيْهَا (رواه الترمذي وقال حسن صحيح)
“Itu
adalah sejenis bencana atau siksa yang dikirim kepada ssatu golongan dari bani
israil. Apabila ia terjangkit pada suatu negeri dan kebetulan engkau sedang
berada disana, janganlah engkau keluar dari situ. Sebaliknya, jika ia sedang
terjangkit dan engkau berada diluar, janganlah engkau masuk kedalamnya.”
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَرَجَ إِلَى الشَأْمِ حَتَّى إِذَا كَانَ بِشَرْغَ
لَقِيَهُ أُمَرَاءُ اْلأَ جْنَادِ أَبُوْعُبَيْدَةَ بْنُ الجَرَّاحِ وَأَصْحَابُهُ
فَأَخْبَرُوْهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِأَرْضِ الشَّأْمِ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ
فَقَالَ عُمَرُ ادْعُ لِي الْمُهَاجِرِيْنَ اْلأَوَّلِيْنَ فَدَعَاهُمْ فَاسْتَشَارَهُمْ
وَأَخْبَرَهُمْ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِاالشَّأْمِ فَاخْتَلَفُوْا فَقَالَ
بَعْضُهُمْ قَدْ خَرَجْتَ لِأَمْرِ وَلاَ نَرَى أنْ تَرْجِعَ عَنْهُ وَقَالَ بَعْضُهُمْ
مَعَكَ بَقِيَّةُ النَّاسِ وَأَصْحَابُ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عّلَيْهِ وَ
سَلَّمَ وَلاَ نَرَى أنْ تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ فَقَالَ ارْتَفِعُوا
عَنِّي ثُمَّ قَالَ ادْعُوْا لِيْ اْلأَنْصَارَ فَدَعَوْتُهُمْ فَاسْتَشَارَهُمْ فَسَلَكُوْا
سَبِيْلَ الْمُهَاجِريْنَ وَاخْتَلَفُوْا كَاخْتِلَفِهِمْ فَقَالَ ارْتَفِعُوْا عَنِّي
ثُمَّ قَالَ ادْعُ لِي مَنْ كَانَ هَا هُنَا مِنْ مَشْيَخَةِ قُرَيْشٍ مِنْ مُهَا جِرَةِ
الْفَتْحِ فَدَعَوْتُهُمْ فَلَمْ يَخْتَلِفْ مِنْهُمْ عَلَيْهِ رَجُلَانِ فَقَالُوْا
نَرَى أَنْ تَرْجِعَ بِاالنَّاسِ وَلاَ تُقْدِمَهُمْ عَلَى فَقَالُوْا نَرَى أَنْ تَرْجِعَ
بِاالنَّاسِ وَ لاَ تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ فَنَادَى عُمَرُ فِي النَّاسِ
إِّنِّي مُصَبَّحٌ عَلَى ظَهْرٍ فَأَصْبِحُوا عَلَيْهِ قَالَ أبُوْ عُبَيْدَةَ بْنُ
الْجَرَّاحِ أَفِرَارًا مِنْ قَدَرِاللَّهِ فَقَالَ عُمَرُ لَوْ غَيْرُكَ قَالَهَا
يَا أَبَا عُبَيْدَةَ نَعَمْ نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ إِلَى قَدَرِ اللَّهِ أَرَأَيْتَ
لَوْ كَانَ لَكَ إِبِلٌ هَبَطَتْ وَادِيًا لَهُ عُدْوَتَانِ إِحْدَاهُمَا خَصِبَةٌ
وَاْلأُخْرَى جَدْبَةٌ أَلَيْسَ إِنْ رَعَيْتَ اْلخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ
وَ إِنْ رَعَيْتَ الْجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ قَالَ فَجَاءَ عَبْدُالرَّحْمَنِ
بْنُ عَوْفٍ وَكَانَ مُتَغَيَّبًا فِي بَعْضِ حَجَاتِهِ فَقَالَ إِنَّ عِنْدِي فِي
هَذَا عِلْمًا سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ
إذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوْا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ
وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوْا فِرَارًا مِنْهُ قَالَ فَحَمِدَ اللَّهَ عُمَرُ
ثُمَّ انْصَرَفَ (رواه البخاري)
“Diriwayatkan
pula oleh bukhari dari ibnu abbas bahwa umar bin khattab pergi ke Syam. Ketika
sampai disutau tempat, ia ditemui oleh para panglima, yakni abu ubaidah dan
sahabat-sahabatnya. Mereka melaporkan kepada khalifah bahwa wabah sedang
terjangkit di Syiria. Cerita Ibnu Abbas selanjutnya ‘lantas Umar mengatakan,
‘Panggilah orang Muhajirin angkatan pertama!’ Lalu dipanggilah mereka. Umarpun
bermusyawarah dengan mereka setelah menyampaikan bahwa wabah sedang terjankit
di Syiria. Mereka berselisih pendapat. Ada yang berkata ‘Kita berkunjung ke
negeri ini adalah untuk suatu kepentingan. Maka kami tidak setuju, kita akan
kembali begitu saja!’ dan yang lain mengemukakan pula, ‘disamping engkau, ada
pemimpin-pemimpin lain dan para Sahabat dari Rasulullah saw. Maka kami tidak
setuju jika mereka engkau hadapkan pada wabah ini.’
‘Menyingkirlah
kalian ini,’ kata Umar pula. Lalu disuruhnya memanggil orang-orang Anshar. Aku panggilah
mereka seraya mereka semua sepakat dan tidak ada yang menyanggah, serta
mengemukakan pada kepada khalifah Umar, ‘Menurut kami lebih baik engkau kembali
dan tidak menggiring mereka menempuh wabah ini.’ Umar pun menyerukan kepada
orang-orang itu. Esok pagi aku akan
berangkat dengan kendaraan, maka ikutlah kalian bersama-sama!’
Abu
Ubaidah bin Jarrah menyanggah, ‘Apakah kita hendak lari dari takdir Allah?’
Umar menjawab, ‘Seandainya bukan engkau menanyakan itu wahai Abu ubaidah.
Memang kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah! Bagaimana pendapat
engkau seandainya engkau memilki unta disebuah lembah, salah satu lerengnya
subur dan yang satu lagi tandus? Bukankah engkau akan memilih lereng yang subur
sebagai tempat menggembalakannya, maka hal itu adalah karena takdir Allah.
Sebaliknya bila engkau memilih lereng yang tandus, itu juga karena takdit
Allah?’
Kebetulan
Abbdurrahman bin Auf yang tadi pergi menyelesaikan urusannya dan kemudian tiba
ditempat itu, berkata, ‘Mengenai soal ini, aku punya keterangan. Aku dengar
Rasulullah saw bersabda,
‘Jika
engkau mendengar ia berjangkit disuatu daerah, janganlah engkau datang kesana,
dan jika berjangkitnya ditempat engkau berada, maka janganlah engkau keluar
untuk melarikan diri darinya!’
Ujar
Ibnu Abbas, ‘Umar pun bersyukur memuji Allah, kemudian kembali pulang,”(HR.Bukhari)
Larangan keras terhadap orang yang
lari dari daerah yang terserang wabah thaun dan memasuki daerah tersebut.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam
kitabnya Zaadul Ma'aad (IV/37) berkata, "Tha'un adalah sejenis
wabah penyakit. Menurut ahli medis, thaun adalah pembengkakan kronis dan ganas,
sangat panas dan nyeri hingga melewat batas pembengkakan sehingga kulit yang
ada di sekitarnya bisa berubah menjadi hitam, hijau, atau berwarna buram dan
cepat bernanah. Biasanya pembengkakan ini muncul di tiga tempat: Ketiak,
belakang telinga, puncak hidung dan disekitar daging lunak."
Ia juga berkata, "Nanah,
bengkak dan luka tersebut adalah efek penyakit thaun, bukan penyakit itu sendiri.
Namun para ahli medis tidak dapat mendeteksi thaun kecuali hanya efeknya saja,
lantas mereka menyebut efek tersebut dengan penyakit thoun."
Penyakit thoun diungkapkan dengan
tiga hal: Pertama: Pengaruh yang tampak. Inilah yang disebutkan oleh para medis.
Kedua: Yang menyebabkan kematian. Dan inilah yang dimaksud dengan sabda beliau
dalam hadits shahih, "Sampar adalah syahid bagi setiap muslim."
Ketiga: Penyebab aktif timbulnya penyakit ini. Dalam sebuah hadits shahih
tercantum, "Thaun adalah sisa siksaan yang telah dikirimkan Allah
kepada Bani Israel."
Dalam hadits tersebut tercantum,
"Thaun adalah tusukan jin." Juga tercantum bahwa thoun ini
terjangkit karena do'a seorang nabi. Tidak ada ahli medis yang mampu menolak
penyebab-penyebab munculnya penyakit ini dan mereka juga tidak mampu memberikan
bukti yang menunjukkan indikatornya. Para Rasul mengabarkan tentang perkara
ghaib serta pengaruh yang mereka ketahui tentang penyakit tha'un. Mereka juga
tidak dapat menafikan munculnya penyakit ini melalui perantaraan jiwa. Sebab
pengaruh jiwa pada kekuatan natural, penyakit dan kebinasaan merupakan perkara
yang tidak dapat dipungkiri kecuali oleh orang-orang yang terlalu jahil
terhadap ilmu jiwa dan pengaruhnya, serta reaksi tubuh dan tabi'atnya.
Allah SWT menjadikan jiwa dapat
mengatur tubuh anak Ada ketika beredar wabah penyakit dan terjadinya polusi.
Jiwa juga memiliki pengaruh terhadap beberapa zat beracun yang dapat
menimbulkan efek buruk terhadap diri seseorang. Terutama ketika terjadi gejolak
darah dan empedu serta ketika gejolak sperma berlangsung. Sesungguhnya kekuatan
ruh syaitan lebih berhasil mempengaruhi orang yang sedang mengalami gejolak
seperti ini daripada orang yang tidak mengalaminya.
Selama orang tersebut tidak
menolaknya dengan kekuatan yang melebihi gejolak tersebut seperti dzikir, do'a,
dan memohon dengan sepenuh hati, merendahkan diri, bersedekah dan membaca
Al-Qur'an, maka hal itu akan mengundang turunnya ruh-ruh dan para malaikat yang
dapat mengalahkan pengaruh ruh-ruh yang jahat, membasmi kejahatan dan menolak
pengaruhnya.
Perkara ini acapkali kami lakukan.
Hanya Allah sajalah yang dapat menghitungnya. Menurut hemat kami, memanggil
ruh-ruh yang bait itu dan mendekatinya akan memberikan pengaruh yang sangat
besar dalam menguatkan mental dan menolak pengaruh-pengaruh buruk. Hal itu bila
pengaruh-pengaruh tersebut belum menguasai dan bersemayam dalam jiwa. Sebab
bila sudah demikian ia tidak akan mau beranjak.
Barangsiapa yang diberi taufik oleh
Allah maka ia bersegera apabila merasakan pengaruh-pengaruh buruk itu untuk
mengamalkan sebab-sebab yang dapat menolaknya. Itu merupakan obat yang paling
bermanfaat baginya. Dan apabila Allah berkehendak melaksanakan ketetapan dan
takdir-Nya maka Dia akan membuat hati seorang hamba lalu dari mengenalnya,
menggambarkannya dan menghendakinya, maka ia tidak merasakannya dan tidak
menginginkannya sehingga Allah menetapkan perkara yang pasti terjadi.
3.
HADIST TENTANG FITRAH MANUSIA
عَنْ أّبِى هُرَيْرَةَ
قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمِ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ
اَلْإِسْتِحْدَادُ ، وَ الْخِتَانُ ، وَ قَصُّ الشَّارِبِ ، وَ نَتْقُ اْلإِبْطِ ،
وَ تَقْلِيْمُ اْلأَظْفَارِ ( رواه الجماعة)
‘Dari
Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda : 5 perkara dari perintah
agama mencukur rambut kemaluan, khitan, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak
dan memotong kuku.’(HR Jama’ah)
وَ عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ قَالَ : وُقِّتَ لَنَا فِيْ قَصِّ الشَّرِبِ ، وَ تَقْلِيْمِ اْلأَظْفَارِ،
وَ نَتْفِ اْلإِبْطِ، وَحَلْقِ الْعَانَةِ : أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِيْنَ
لَيْلَةً (رواه وابن ماجه)
‘Dari Anas bin Malik ra berkata : ditentukan
waktu bagi kami dalam mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan
mencabut bulu kemaluan, yaitu kiranya tidak kami biarkan lebih dari 40 malam.’(HR Muslim, Ibnu Majah, Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i dan Abu dawud)
Yang dimaksud
perkataan lima perkara dari perintah agama adalah perkara-perkara ini apabila
dikerjakan maka pelakunya disifati dengan fitrah yang ciptakan olehn Allah
untuk hamba-hambanya. Dan ditekankan kepada mereka agar mereka tetap dalam
fitrah dan dianjurkan agar berpegang kepadanya supaya mereka punya sifat yang
sempurna dan rupa yang baik. Dan mencukur bulu kemaluan adalah sunnah menurut
Ijma’ ulama yang caranya dengan dicukur, digunting, dicabut atau dengan obat.
Memotong/mengguntng
kumis, adalah sunnah secara Ijma’demikian juga mencabut rambut ketiak dan
memotong kuku.
عَنْ زَيْدِبْنِ أَرْقَمَ قَالَ : قَالَ
رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمِ: مَنْ لَمْ يَأْخُذْ مِنْ شَارِبِهِ
فَلَيْسَ مِنَّا (رواه احمد و النسائ و الترميذي)
‘Dari Zaid bin Arqam berkata : Rasulullah saw
bersabda, Barang siapa tidak memotong sebagian dari kumisnya, maka tidaklah ia
termasuk golongan kami.’ (HR.Ahmad,
Nasa’i, Tirmidzi dan Hadist ini Shahih)
وَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ
رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمِ: جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوْا اِللَّحَى، خَالِقُوْا
اَلْمَجُوْسَ (رواه احمد و مسلم)
‘Dari
Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, potonglah kumis-kumis dan
peliharalah jenggot-jenggot berbedalah dengan orang-orang majusi.’ (HR. Ahmad dan Muslim)
وَ عَنْ أَبِى إِبْنُ عُمَرُ عَنِ النَّبِي
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمِ قَالَ: خَالِقُوْ الْمُشْرِكِيْنَ، وَ فِرُّوا
اللِّحَى وَ أَحْفُوا الشَوَارِبَ (رواه متفق عليه) زَادَ الْبُخَارِيُّ : كَانَ ابْنُ
عُمَرَ اذَا حَجَّ أَوِعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ
‘Dari
Ibnu Umar ra berkata. Rasulullah saw bersabda, berbedalahdengan orang-orang
musyrikin, dan peliharalah jenggot-jenggot dan potonglah kumis-kumis.’ (HR. Muttafaqun ‘Alaih). Bukhari menambahkan adalah Ibnu Umar
apabila Haji atau Umrah maka ia menggenggam jennggotnya, apabila melebihi
genggamannya, maka ia potong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar