MSI ritual dan institusi islam


Ritual dan Institusi Islam

oleh:
Andika Putra (221121082)
Dewi susanti (221121083)
Eva Fakriana (221223605)
Risna Mauliza (221121107)



RITUAL DAN INSTITUSI ISLAM
A.    RITUAL
Ritual adalah teknik (cara, metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci (sanctify the custom). Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat social dan agama. Ritual bias pribadi atau berkelompok. Wujudnya bisa berupa do’a, tarian, kata-kata seperti “amin” dan sebagainya.
Semua agama mengenal ritual, karena setiap agama memiliki ajaran tentang hal yang sakral. Salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan, juga merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku dengan objek yang suci dan memperkuat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental. Ritual didefinisikan sebagai perilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan ketentuan, berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara melakukannya maupun maknanya. Apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan, diyakini akan mendatangkan keberkahan.
Menurut analisis Djamari, ritual dapat ditinjau dari dua segi:
1.       Segi tujuan (makna):
-          Ritual yang tujuannya bersyukur kepada Tuhan.
-          Ritual yang tujuannya memdekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat.
-          Ritual yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan.
2.      Segi Cara:
-            Individual, seperti bertapa, yoga dan lainnya.
-            Kolektif, seperti khotbah, shalat jama’ah dan haji.[1]
Sedangkan menurut Homas, C. Anthony Wallace yang meninjau ritual dari segi jangkauannya, yakni sebagai berikut:
1.      Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian dan perburuan.
2.      Ritual sebagai terapi, seperti upacara untuk mengobati dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
3.      Ritual sebagai ideologis, seperti upacara inisiasi yang merupakan konfirmasi kelompok terhadap status, hak dan tanggung jawab yang baru. 
4.      Ritual sebagai penyelamatan (salvation), misalnya seseorang yang mempunyai pengalaman mistikal, seolah-olah menjadi orang baru.
5.      Ritual sebagai revitalisasi (penguatan atau penghidupan kembali), ritual ini sama dengan salvation yang bertujuan untuk penyelamatan tetapi fokusnya masyarakat.[2]

B.     RITUAL ISLAM
         Secara umum, ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi dua: ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam Al-Qur’an dan Sunnah seperti shalat dan ritual yang tidak memiliki dalil dalam Al-Qur’an maupun Sunnah seperti maulid. Selain itu, ritual islam dapat ditinjau dari sudut tingkatan dapat dibedakan menjadi tiga:
1.      Primer, ritual islam yang wajib dilakukan oleh umat islam. Seperti shalat wajib lima waktu.
2.      Sekunder, ritual islam yang sekunder adalah ibadat shalat sunnah. Seperti bacaan dalam ruku’ dan sujud, shalat tahajjud dan shalat dhuha.
3.      Tertier, ritual islam yang berupa anjuran dan tidak sampai pada derajat sunnah. Seperti anjuran membaca ayat kursi.
   Dari segi tujuan, ritual islam ada dua:
1.      Ritual yang bertujuan mendapatkan ridha Allah semata dan balasa yang ingin dicapai adalah kebahagiaan ukhrawi.
2.      Ritual yang bertujuan mendapatkan balasan di dunia ini, misalnya shalat istisqa’.

C.    AKIBAT DAN PENGARUH RITUAL
Dampak Negatif
1.      Ritual cenderung untuk mengganti agama, menjadi kebiasaan hingga menjadi agama tersendiri
2.      Menghambat perkembangan kerohanian.
3.      Menghambat perkembangan ilmu pengetahuan.
4.      Ritual bisa berpotensi menolak pembaruan dan kebenaran.
Dampak Positif
1.      Stabilisasi peradaban.
2.      Meningkatkan jenis budaya tertentu.
3.      Membantu pengendalian diri manusia.

D.    INSTITUSI
Dalam bahasa Inggris, terdapat dua istilah yang memacu kepada pengertian institusi atau lembaga. Yaitu institute dan institution. Istilah pertama menekankan kepada pengertian institusi sebagai sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan istilah kedua menekankan pada pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut Robert Mac Iver dan Charles H page, social institution ialah tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan. Howard becker mengartikan social institution dari sudut fungsinya. Menurutnya, ia merupakan jaringan dari proses hubungan antara manusia dan antara kelompok manusia yang berfungsi meraih dan memelihara kebutuhan hidup mereka.[3]
Jadi, institusi mempunyai dua pengertian. Pertama, system norma yang mengandung arti pranata dan yang kedua, bangunan. Sebagai sebuah norma, institusi bersifat mengikat. Ia merupakan aturan yang mengatur warga kelompok di masyarakat, menjadi pedoman dan tolak ukur untuk menilai dan memperbandingkan dengan sesuatu. Norma yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat berubah sesuai keperluan dan kebutuhan manusia. Misalnya kelompok norma kekerabatan menimbulkan institusi kelurga dan perkawinan, kelompok norma pendidikan melahirkan institusi pendidikan dan kelompok hukum melahirkan institusi hukum dan lain sebagainya.
Dilihat dari daya yang mengikatnya, secara sosiologis norma-norma tersebut dapat dibedakan menjadi empat macam; pertama, tingkatan cara (usage); kedua, kebiasaan (folkways); ketiga, tata kelakuan (mores); dan keempat, adat istiadat (custom). Usage menunjuk pada suatu bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Kekuatan mengikat norma usage adalah paling lemah dibandingkan ketiga tingkatan norma lainnya.
Folkways merupakan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama; menggambarkan bahwa perbuatan itu disenangi banyak orang. Daya ikat norma ini lebih kuat daripada norma usage, contohnya memberi hormat kepada yang lebih tua. Tidak memberi hormat kepada yang lebih tua dianggap sebagai suatu penyimpangan. Menurut Mac Iver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Apabila suatu kebiasaan dianggap sebagai cara berperilaku, bahkan dianggap dan diterima sebagai norma pengatur, maka kebiasaan meningkat menjadi tahapan mores. Ia merupakan alat pengawas bagi perilaku masyarakat yang daya ikatnya lebih kuat daripada folkways dan usage.[4] Norma tata kelakuan (mores) yang terus-menerus dilakukan sehingga integrasinya menjadi sangat kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat, daya ikatnya akan lebih kuat dan meningkat ke tahapan custom. Dengan demikian, warga masyarakat yang melanggar custom akan menderita karena mendapat sanksi yang keras dari masyarakat.



E.     FUNGSI DAN UNSUR-UNSUR INSTITUSI
Secara umum, tujuan institusi itu adalah memenuhi segala kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan keluarga, hukum, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Adapun fungsi institusi secara lebih rinci adalah:
a.       Memberikan pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.
b.    Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.
c.    Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Berdasarkan fungsi-fungsi institusi yang diungkapkan di atas, seorang peneliti yang bermaksud mengadakan penelitian tingkah laku suatu masyarakat selayaknya memperhatikan secara cermat institusi-institusi yang ada di masyarakat yang bersangkutan. Menurut Mac Iver dan Charles H. Page, elemen institusi itu ada tiga:
a.       Association, yaitu wujud konkret dari institusi, ia bukan sistem nilai tetapi merupakan bangunan dari sistem nilai. Ia adalah kelompok-kelompok kemasyarakatan. Sebagai contoh, institut atau universitas merupakan institusi kemasyarakatan, sedangkan Institut Agama Islam Negeri Ar-Raniry, Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Universitas Padjadjaran, Universitas Airlangga adalah association.
b.      Characteristic institutions, yaitu sistem nilai atau norma tertentu yang dipergunakan oleh suatu associaton. Ia dijadikan landasan dan tolok ukur berperilaku oleh masyarakat asosiasi yang bersangkutan. Tata perilaku dalam characteristic institution mempunyai daya ikat yang kuat dan sanksi yang jelas bagi setiap jenis pelanggaran.
c.       Special interest, yaitu kebutuhan atau tujuan tertentu, baik kebutuhan yang bersifat pribadi maupun asosiasi.[5]
F.     INSTITUSI ISLAM
Islam berkembang sebagai agama yang memiliki kandungan nilai-nilai ilmiah, rasional dan mistik. Perkembangan ini membawa berbagai macam dampak, diantaranya pada pembentukan institusi-institusi islam.[6]
Pada mulanya, lembaga agama bermula dari naluri psikologis manusia yaitu kerinduan untuk mencari nilai-nilai kebenaran dan kepastian dalam hidupnya. Kesadaran manusia pada hal-hal diluar dirinya adalah pada hal-hal yang suci (holy), kekuatan lain yang memiliki nilai kesucian (sacred), perasaan spiritual dan hal-hal yang bersifat ketuhanan (divine) yang telah menjadi bagian dari hidup manusia. Keyakinan pada hal-hal yang sacral melahirkan kondisi yang matang untuk terwujudnya lembaga agama yang labih baik. Kesadaran ini timbul bersamaan dengan perkembangan kebudayaan manusia yang terus berproses menjadi lembaga agama yang lebih mapan dalam sejarah.[7]
Institusi adalah sistem nilai dan norma. Daya ikat norma dalam Islam tercermin dalam bentuk mubah, mandub, wujub, makruh dan haram. Adapun norma Islam terdapat dalam akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Semuanya bersumber dari firman Allah Swt dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Norma akidah tercermin dalam rukun iman vang enam. Norma ibadah tercermin dalam bersuci (thaharah), salat, zakat, puasa (shaum), dan haji. Norma muamalah tercermin dalam hukum perdagangan, perserikatan, bank, asuransi, nikah, waris, perceraian, hukum pidana, dan politik. Adapun norma akhlak tercermin dalam akhlak terhadap Allah Swt dan akhlak terhadap makhluk. Norma-norma dalam Islam yang merupakan characteristic institution, seperti yang disebutkan di atas kemudian melahirkan kelompok-kelompok asosiasi (association) tertentu yang merupakan bangunan atau wujud konkret dari norma. Pembentukan asosiasi dengan landasan norma oleh masyarakat Muslim merupakan upaya memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka bisa hidup dengan aman dan tenteram serta bahagia di dunia dan akhirat. Karena institusi di dalam Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran islam dan sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam.
Secara Antropologis, dalam pengaturan untuk memenuhi kebutuhan akan pemuas seksual, masyarakat muslim membentuk lembaga pernikahan. Dalam ajaran islam, pernikahan merupakan institusi yang sacral, tidak hanya dianggap sebagi upacara rutinitas, namun memiliki nilai ibadah. Hal ini diasosiasikan melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan Peradilan Agamanya, dengan tujuan agar perkawinan dan perceraian dapat dilakukan secara tertib untuk melindungi hak keluarga, terutama perempuan. Begitu juga dengan institusi pendidikan yang diasosiasikan dalam bentuk pesantren dan madrasah. Institusi zakat yang diasosiasikan menjadi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS); dan institusi dakwah yang diasosiasikan menjadi Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Semua institusi yang ada di Indonesia itu bertujuan memenuhi segala kebutuhan masvarakat Muslim, baik kebutuhan fisik maupun nonfisik.[8]
Secara politis, pada masa awal islam telah muncul system khilafah sebagai institusi islam dalam wilayah pengaturan kekuasaan politik. Kepemimpinanya melalui mekanisme musyawarah dengan memerhatikan yang terbaik diantara yang baik (primus Interpares), bukan kekuasaan turun termurun. Begitu juga di Indonesia sekarang ini, institusi politik yang diasosiasikan menjadi partai politik yang berasaskan Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Umat Islam (PUI).
Perlu diingat bahwa walaupun munculnya berbagai macam lembaga agama, pada hakikatnya semua bertujan untuk menjaga kelangsungan hidup yang memiliki harkat dan martabat.

KESIMPULAN
Ritual adalah teknik (cara, metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci (sanctify the custom). Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat social dan agama. Ritual bias pribadi atau berkelompok. Wujudnya bisa berupa do’a, tarian, kata-kata seperti “amin” dan sebagainya.
Ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi dua: ritual yang mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam Al-Qur’an dan Sunnah seperti shalat dan ritual yang tidak memiliki dalil dalam Al-Qur’an maupun Sunnah seperti maulid.
Institusi, dalam bahasa Inggris, terdapat dua istilah yang memacu kepada pengertian institusi atau lembaga. Yaitu institute dan institution. Istilah pertama menekankan kepada pengertian institusi sebagai sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan istilah kedua menekankan pada pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan.
Secara umum, tujuan institusi itu adalah memenuhi segala kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan keluarga, hukum, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Adapun fungsi institusi secara lebih rinci adalah:
a.       Memberikan pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.
b.      Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.
c.       Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka.






DAFTAR PUSTAKA
Atang Abdul Hakim, dkk. Metodologi Studi Islam, Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya, 2010.
Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Irwandar, Dekonstruksi Pemikiran Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2003



[1]Atang Abdul Hakim, dkk. Metodologi Studi Islam, (Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 126.
[2]Ibid., hal. 127.
[3]Ibid., hal. 131.
[4] Ibid,.
[5]Ibid,. hal. 133-134.
[6]Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 128.
[7]Irwandar, Dekonstruksi Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2003), hal. 59. 
[8]Jamali Sahrodi, Metodologi Studi…, hal. 128. 



Baca Juga Artiker Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DAFTAR ISI