BERPIKIR
Di
s
U
s
u
n
oleh:
KELOMPOK V
KHUSNUL KHOTIMAH
NANDA AMILISA RACHMAN
RINA ANDRIANI
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2012 M/1434 H
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan suatu persoalan penting dalam kehidupan manusia dan tumpuan harapan
untuk mengembangkan individu dan masyarakat. dalam pendidikan, manusia dituntut untuk
berpikir agar dapat melaksanakan dan mencapai apa yang dicita-citakan, karena
manusia merupakan makhuk yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah dengan
akal dan pikiran. Dengan adanya akal dan pikiran inilah manusia dapat melakukan
apa yang diinginkan sesuai dengan jalan pikirnya masing-masing. Karena apabila
manusia tidak dapat berpikir maka suatu pendidikan dan pekerjaan tidak akan
terlaksana dengan baik
Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan
penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan
pemahaman dan pengertian yang kita hendaki. Dalam berpikir terdapat
berbagai masalah tentang berpikir itu sendiri, seperti pengertian berpikir,
berpikir kreatif, proses berpikir dan lainnya, mengenai berpikir akan kami bahas
dalam makalah ini. Dengan makalah ini kita akan tahu bagaimana konsep-konsep
dalam berpikir yang sebenarnya.
BAB II
BERPIKIR
A.
Pengertian
Berpikir
Ada beberapa pendapat dari pengertian berpikir itu sendiri, diantaranya
adalah:
a.
Psikologi
Asosiasi mengemukakan
bahwa berpikir adalah jalannya tanggapan-tanggapan yang dikuasai oleh haluan
asosiasi. Yang terpenting menurut aliran ini
adalah terjadinya, tersimpannya dan bekerjanya tanggapan-tanggapan.
b.
Aliran Behaviourisme berpendapat bahwa berpikir adalah gerakan-gerakan reaksi
yang dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara sama halnya seperti saat
kita berbicara. Jadi menurut aliran ini berpikir sama dengan berbicara. Jika
pada psikologi asosiasi unsur terpenting adalah tanggapan-tanggapan, sedangkan
pada aliran behaviourisme ini unsur terpentingnya adalah refleks. Refleks adalah reaksi tak sadar yang
disebabkan adanya perangsang dari luar.[1]
c.
Psikologi Gestalt mengemukakan bahwa berpikir merupakan keaktifan psikis yang
abstrak yang prosesnya tidak dapat diamati dengan menggunakan panca indera
kita.
Dari pendapat
tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa pengertian berpikir adalah satu
keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu
tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman dan pengertian yang kita hendaki.[2]
B.
Proses Berpikir
Simbol-simbol yang digunakan dalam berpikir pada
umumnya berupa kata-kata-kata atau bahasa, karena itu sering dikemukakan bahwa
bahasa dan berpikir mempunyai kaitan yang erat. Dengan bahasa
dapat menciptakan ratusan, ribuan simbol-simbol yang memungkinkan manusia dapat
berpikir begitu sempurna apabila dibandingkan dengan makhluk lain. Sekalipun
bahasa merupakan alat yang cukup ampuh dalam proses berpikir, namun bahasa
bukan satu-satunya alat yang digunakan dalam proses berpikir, sebab masih ada
lagi yang dapat digunakan yaitu bayangan atau gambaran. Untuk menjelaskan hal
ini diberikan contoh sebagai berikut. Bayangkan bahwa Anda ada disuatu tempat
di sudut kota misalnyan di Bulaksumur, dan Anda
diminta datang di Kraton. Dalam kaitan ini Anda akan menggunakan
gambaran atau bayangan kota Yogyakarta, khususnya yang berkaitan dengan
Bulaksumur dan Kraton, dan menentukan jalan-jalan mana saja yang akan ditempuh
untuk berangkat dari Bulaksumur sampai di Kraton.
Walaupun
berpikir dapat menggunakan gambaran-gambaran atau bayangan-bayangan, namun
sebagian besar dalam berpikir orang menggunakan bahasa atau verbal yaitu
berpikir dengan menggunakan simbol-simbol bahasa dengan segala
ketentuan-ketentuannya. Karena bahasa merupakan alat yang penting dalam
berpikir, maka sering dikemukakan bila seseorang itu berpikir, orang itu bicara
dengan dirinya sendiri.[3]
C.
Macam-macam berpikir
a.
Berpikir
Induktif
Berpikir induktif adalah suatu
proses dalam berpikir yang berlangsung dari yang khusus menuju yang umum.
Awalnya orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat dari berbagai fenomena,
kemudian menaruh atau mengambil kesimpulan bahwa sifat-sifat itu terdapat pada
semua jenis fenomena tadi. Contohnya :
Bayi A dilahirkan dalam keadaan
menangis. Bayi B juga begitu, bayi C, D, E, F, G dan seterusnya juga demikian
pula. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa semua bayi yang normal segera
menangis ketika dilahirkan.Tepat atau tidaknya kesimpulan dari cara berpikir
yang diambil secara induksi tersebut sangat bergantung pada representatif atau
tidaknya sampel yang diambil yang mewakili fenomena secara keseluruhan, makin banyak sampel
yang diambil berarti semakin representatif dan smakin dapat dipercaya
keunggulan atau kebenaran dari kesimpulan tersebut dan sebaliknya.
b.
Berpikir
Deduktif
Berpikir
deduktif adalah suatu proses berpikir yang berlangsung dari yang umum menuju
yang khusus orang bertolak dari suatu teori ataupun kesimpulan yang
dianggapnya benar dan bersifat umum. Dan dari yang bersifat umum itu ia
menerangkannya kepada fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan
khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut. Contohnya :
1.
Manusia
semua akan mati (kesimpulan umum)
Aisyah adalah manusia
(kesimpulan khusus)
Jadi jamilah akan mati
(kesimpulan deduktif).
2.
Semua
logam jika dipanaskan akan memuai (kesimpulan umum)
Besi adalah logam
(kesimpulan khusus)
Jadi besi jika dipanaskan akan memuai
(kesimpulan deduktif)
c.
Berpikir
Analogis
Berpikir
analogis adalah suatu proses berpikir dengan jalan menyamakan atau
membandingkan fenomena-fenomena yang biasa. Orang beranggapan bahwa kebenaran
dari fenomena yang pernah dialaminya berlaku pula bagi fenomena yang berlaku
sekarang.[4]
Contohnya :
Setiap hari
sekitar jam 09.00 WIB udara di atas kota Banda Aceh kelihatan berawan tebal,
dan tidak lama sesudah itu hujan lebat turun sampai sore. Pada suatu hari,
sekitar jam 09.00 WIB udara di atas kota banda Aceh berawan tebal, jadi
kesimpulannya “sudah pasti sebentar lagi akan turun hujan lebat sampai sore”.
D.
Bentuk-Bentuk berpikir
1. Berpikir dengan pengalaman
Dalam bentuk
berpikir ini, kita harus giat menghimpun berbagai pengalaman, dari berbagai
pengalaman pemecahan masalah yang kita hadapi, kadang-kadang satu
pengalaman-pengalaman yang lain.
2. Berpikir Representatif
Dengan berpikir representatif, kita sangat bergantung pada
ingatan-ingatan dan tanggapan-tangapan saja. Tanggapan-tanggapan dan
ingatan-ingatan tersebut kita gunakan untuk memecahkan masalah yang kita
hadapi.
3. Berpikir Kreatif
Dengan berpikir
kreatif, kita dapat menghasilkan sesuatu yang baru, menghasilkan
penemuan-penemuan baru. Kalau kegiatan berpikir untuk menghasilkan sesuatu
dengan menggunakan metode-metode yang telah dikenal maka dikatakan berpikir
produktif, bukan kreatif.
4. Berpikir Reproduktif
Dengan berpikir
ini, kita tidak menghasilkan sesuatu yang baru, tetapi hanya sekadar memikirkan
kembali dan mencocokkan dengan sesuatu yang telah dipikirkannya.
5. Berpikir Rasional
Untuk menghadapi suatu situasi dan memecahkan masalah digunakanlah
cara-cara berpikir logis. Untuk berpikir ini tidak hanya sekadar mengumpulkan
pengalaman dan membanding-bandingkan hasil berpikir yang telah ada, melainkan
dengan keaktifan akal kita memecahkan masalah.[5]
E.
Tingkat-tingkat berpikir
Aktivitas berpikir tidak pernah
lepas dari suatu situasi atau masalah. Gejala bepikir tidak berdiri sendiri,
dalam aktivitasnya membutuhkan bantuan dari gejala jiwa yang lain. Misalnya
pengamatan, tanggapan, ingatan dan sebagainya.
Aktivitas berpikir sendiri adalah
abtrak. Namun demikian, dalam praktik sering kita jumpai bahwa tidak semua
masalah dapat dipecahkan dengan cara abstrak. Dalam menghadapi masalah-masalah
yang sangat pelik, kadang-kadang kita membutuhkan supaya persoalan yang kita
hadapi menjadi lebih konkret. Sehubungan dengan ini memang ada beberapa tingkat berpikir:
1. Berpikir Konkret
Dalam tingkatan
ini kegiatan berpikir masih memerlukan situasi-situasi yang nyata/konkret.
Tingkat berpikir ini pada umumnya dimiliki oleh anak-anak kecil. Konsekuensi
didaktif pelajaran hendaknya disajikan dengan peragaan langsung.
2. Berpikir Skematis
Sebelum meningkat
pada bagian yang abstrak, memecahkan masalah dibantu dengan penyajian
bahan, skema, corat-coret, diagram , simbol dan sebagainya. Walaupun pada
tingkatan ini tidak berhadapan dengan situasi nyata/konkret, tetapi dengan
pertolongan bagan-bagan, corat-coret ini dapat memlihatkan hubungan persoalan
yang satu dengan yang lain, dan terlihat pula masalah yang dihadapi sebagai
keseluruhan. Dengan pertolongan bagan-bagan tersebut situasi yang dihadapi
tidak benar-benar konkret dan tidak benar-benar abstrak.
3. Berpikir Abstrak
Kita berhadapan dengan
situasi dan masalah yang tidak berwujud. Akal
pikiran kita bergerak bebas dalam alam abstrak. Baik situasi-situasi nyata
maupun bagan-bagan/simbol-simbol/gambar-gambar skematis tidak membantunya.
Namun demikian, tidak berarti bahwa gejala pikiran berdiri sendiri melainkan
tanggapan, ingatan membantunya. Di samping itu, kecerdasan pikir sendirilah yang
berperanan memecahkan masalah. Maka tingkat ini dikatakan tingkat berpikir yang
tertinggi. Orang-orang dewasa biasanya telah memilki kemampuan berpikir
abstrak.[6]
F.
Cara Memperoleh Konsep Atau
Pengertian
Untuk memperoleh pengertian ada
beberapa cara, yaitu dengan sengaja atau tidak sengaja. Pengertian yang
diperoleh dengan tidak sengaja, ini yang sering disebut pengertian
pengalaman. Tetapi ini tidak berarti bahwa pengertian yang diperoleh dengan
sengaja itu bukan melalui pengalaman. Yang dimaksud dengan pengertian
pengalaman disini ialah pengertian yang diperoleh dengan cara tidak sengaja,
diperoleh sambil lalu dengan melalui pengalaman-pengalaman. Misalnya, seorang
anak memperoleh pengalaman dengan tidak sengaja. Proses memperolehnya
pada umumnya melalui proses
generalisasi, kemudian atas daya berfikirnya timbul proses diferensiasi (
proses membedakan satu dengan yang lain.
Pengertian yang diperoleh dengan sengaja, yaitu usaha
dengan sengaja untuk memperoleh pengertian atau konsep, yang kadang-kadang
disebut dengan pengertian ilmiah. Proses memperolehnya ada beberapa tingkatan:
a)
Tingkat analisis
b)
Tingkat komperasi
c)
Tingkat Abstraksi
d)
Tingkat menyimpulkan[7]
G.
Problem Solving
Secara umum dapat dikemukakan bahwa problem itu timbul
apabila ada perbedaan atau konflik antar keadaan satu dengan yang lain dalam
rangka untuk mencapai tujuan, atau juga sering dikemukakan apabila ada
kesenjangan antara das Sein dan das Sollen. Dalam problem solving terdapat
istilah directed (mencari pemecahan atas masalah dan dipacu untuk mencapai
pemecahan tersebut). Dalam mencari pemecahan terhadap problem solving itu, ada
dua kaidah atau aturan pokok, yaitu kaidah algoritma dan horistik.
Algoritma merupakan suatu perangkat aturan, dan apabila
aturan ini diikuti dengan benar maka akan ada jaminan adanya
pemecahan terhadap masalahnya. Misalnya apabila seseorang harus mengalikan dua
bilangan, maka apabila orang tersebut mengikuti aturan dalam hal perkalian
dengan benar, akan adanya jaminan orang tersebut memperolah hasil terhadap
pemecahan masalahnya. Sedangkan kaidah horistik merupakan strategi yang
biasanya didasarkan atas pengalaman dalam menghadapi masalah, yang mengarah
pada pemecahan masalahnya tetapi tidak memberikan jaminan akan kesuksesan.
H.
Berpikir Kreatif
Dalam problem solving, seseorang
atau organisme mencari pemecahan terhadap masalah yang dihadapi. Namun dalam
masalah berpikir
orang akan dapat menemukan sesuatu yang baru, yang sebelumnya mungkin belum
terdapat. Hal ini dapat dijumpai misalnya dalam diri seorang menulis ceritera,
ataupun pada seorang ilmuan, ataupun pada bidang-bidang lain. Ini yang sering
berkaitan dengan berfikir kreatif (creative thingking). Dengan berfikir kreatif
orang menciptakan sesuatu yang baru, timbulnya atau munculnya hal baru tersebut secara tiba-tiba ini yang berkaitan
dengan insight. Sebenarnya apa yang dipikirkan itu telah berlangsung, namun
belum memperoleh sesuatu pemecahan, dan masalah itu tidak hilang sama sekali,
tetapi terus berlangsung dalam jiwa seseorang
yang pada suatu waktu memperoleh pemecahannya.
I. Tingkatan-Tingkatan Dalam Berpikir Kreatif
Dalam
berpikir kreatif ada beberapa tingkatan atau stages sampai seseorang memperoleh sesuatu
hal yang baru atau pemecahan masalah. Tingkatan-tingkatan itu adalah:
1)
Persiapan (preparation), yaitu tingkatan
seseorang memformulasikan masalah, dan mengumpulkan fakta-fakta atau materi
yang dipandang berguna dalam memperoleh pemecahan yang baru. Ada kemungkinan
apa yang dipikirkan itu tidak segera memperoleh pemecahannya, tetapi soal itu
tidak langsung hilang begitu saja, tetapi masih terus berlangsung dalam diri
individu yang bersangkutan.
Hal ini menyangkut fase atau tingkatan kedua yaitu
fase inkubasi.
2)
Tingkat inkubasi, yaitu
berlangsungnya masalah tersebut dalam jiwa seseorang, karena individu tidak segera memperoleh pemecahan
masalah.
3)
Tingkat pemecahan atau
iluminasi, yaitu tingkat mendapatkan pemecahan masalah, orang mengalami “Aha”,
secara tiba-tiba memperoleh pemecahan tersebut.
4) Tingkat evaluasi, yaitu mengecek apakah pemecahan yang
diperoleh pada tingkat iluminasi itu cocok atau tidak. Apabila tidak cocok lalu meningkat pada tingkat
berikutnya yaitu
5) Tingkat
revisi, yaitu mengadakan revisi terhadap pemecahan yang diperolehnya.
J. Sifat-Sifat Orang Yang Berpikir Kreatif
Orang yang berpikir kreatif itu mempunyai
beberapa macam sifat mengenai pribadinya yang merupakan original person, yaitu:
1)
Memilih fenomena atau
keadaan yang kompleks.
2)
Mempunyai psikodinamika
yang kompleks, dan mempunyai skope pribadi yang luas.
3) Dalam
judgment-nya lebih mandiri.
4) Dominan
dan lebih besar pertahanan diri ( more self-assertive).
5) Menolak
suppression sebagai mekanisme kontrol.
K. Hambatan
Dalam Proses Berpikir
Dalam proses berpikir adanya titik tolak yang
dijadikan titik awal dalam berpikir. Berpikir bertitik tolak pada masalah yang
dihadapi oleh seseorang. Hal-hal atau fakta-fakta dapat dijadikan titik tolak
dalam pemecahan masalahnya. Dalam proses berpikir tidak selalu berlangsung dengan begitu mudah, sering orang menghadapi hambatan-hambatan
dalam proses berpikirnya. Sederhana tidaknya dalam memecahkan masalah bergantung
pada masalah yang dihadapinya. Memecahkan masalah hitungan 6 x 7 akan jauh
lebih mudah apabila dibandingkan dengan memecahkan soal-soal statistika
misalnya. Hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam proses berpikir dapat
disebabkan antara lain karena (1) data yang kurang sempurna, sehingga masih
banyak lagi data yang harus diperoleh, (2) data yang ada dalam keadaan confuse,
data yang satu bertentangan dengan data yang lain, sehingga hal ini akan
membingungkan dalam proses berfikir. Kekurangan data dan kurang jelasnya data akan
menjadikan hambatan dalam proses berfikir seseorang, lebih-lebih kalau datanya
bertentangan satu dengan yang lain, misalnya dalam ceritera-ceritera dedektif.
Karena itu ruwet tidaknya suatu masalah, lengkap tidaknya data akan dapat
membawa sulit tidaknya dalam proses berfikir seseorang.[8]
L. Mengajak Anak Berpikir
Ajarilah
anak-anak berpikir sendiri. Suatu saat, tatkala kebiasaan berpikir telah
dikuasainya, dia akan melakukan lebih dari sekedar berpikir. Dia akan belajar
merefleksikan sekaligus mempertimbangkan apapun secara alamiah, yang tak selalu
harus senormal orang dewasa. Karenanya, Islam menginginkan kaum mukmin
mengaplikasikan kebebasan berpikir
demi memperkuat keyakinan akan “kebenaran”.
Al-Quran
menilai orang yang tak mau berfikir lebih buruk ketimbang hewan paling
buruk: “ Sesungguhnya binatang (
makhluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan
tuli, yang tidak mengerti apa-apa ( karena tak mau berpikir). (al-Anfal: 22).
Dengan mengakarnya kebiasaan berpikir, pikiran
akan cenderung kritis dan merdeka dalam menilai. Sehingga pikiran tak mudah
terkena pengaruh luar. Terlebih di masa sekarang ini, di mana media elektronik
dimanfaatkan untuk mengendalikan pikiran para pemirsanya dan memanipulasi opini
publik demi kepentingan-kepentingan pribadi. Dengan pikiran yang dibentengi,
nilai-nilai
(yang luhur) akan terjaga dan berbagai keputusan dapat diambil
dengan cepat dan cermat. Dengan menggenggam pikiran dengan kedua tangannya
sendiri, saat beranjak dewasa, si anak tak akan menjadi seorang yang suka
ragu-ragu atau plin-plan dalam membuat keputusan penting. Dia tak akan meminjam
keputusan orang lain, yang tak akan pernah menempatkan dirinya pada posisinya,
tak pernah melindunginya dari status quo, dan dengan gampang meninggalkan
masalah-masalah tak terpecahkan, karena baginya berinisiatif membuat keputusan
hanyalah sebuah spekulasi. Jalan kehidupan memang penuh masalah. Saat sebuah
masalah muncul, dekatilah ia untuk memasukkan ketentuan-ketentuan anda, sebelum
berkembang dan mendekati anda seraya memasukkan ketentuan-ketentuannya sehingga
memandang rendah anda. Namun, itu memerlukan kemampuan membuat keputusan yang
cepat dan berani. Banyak orang baik yang tak memilikinya, karena tak diizinkan
membangunnya di masa kanak-kanak. Mereka tak diajarkan berpikir. Dengan
demikian, doronglah anak untuk berlatih membuat keputusan dalam masalah-masalah
yang berkaitan dengannya. Kendati harus sepenuhnya menyadari bahwa keputusan
akhir tetap berada di tangan orang tuannya.[9]
M. Hasil Menakjubkan
Hasil
semua itu sangat menakjubkan , khususnya dalam hal kecepatan berpikir dan kepercayaan diri. Seringkali orangtua
menghadapi anaknya mengajukan permintaan-permintaan tertentu yang mengandung
pilihan; setelah menimbangnya, dia lalu memilih salah satunya dan siap memberi
alasan, meskipun lemah atau buruk. Ini benar, seiring dengan tumbuhnya si anak.
Karenanya anak menjadi begitu terlatih ketika menghadapi usulan teman sebayanya
untuk meninggalkan pelajaran, yang jelas-jelas tidak baik.
Secara
alamiah, pelatihan meliputi situasi-situasi dimana anak juga akan menimbang
pilihan-pilihan sekaitan dengan masalah ekonomi, lalu memutuskan untuk
menabung. Ini dikarenakan selama
pelatihan nalar dan pengambilan keputusan, masalah uang telah muncul dan sianak akan mempelajari beberapa disiplin pengaturan
uang. Bagi seorang anak yang belum tumbuh daya pikirnya, menalar akan
mengundang emosinya. Sehingga setelah dewasa, dia mungkin akan membuat keptusan
buruk bagi dirinya karena lebih menggunakan emosi ketimbang nalarnya. Dan jalan
menuju neraka kehidupan ini akan terbentang lewat keputusan emosional.[10]
BAB III
PENUTUP
Bab ke tiga ini merupakan bab terakhir dari pembahasan
makalah ini. Maka dalam bab penutup ini penulis akan menarik beberapa
kesimpulan dari semua pembahasan terdahulu. Kemudian sebagai pelengkapnya penulis juga
mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan permasalahan yang telah
ditemukan.
A. Kesimpulan
1.
Berpikir adalah satu keaktifan pribadi
manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Kita
berpikir untuk menemukan pemahaman dan
pengertian yang kita hendaki. Berpikir dapat
menggunakan gambaran-gambaran atau bayangan-bayangan, namun sebagian besar
dalam berpikir orang menggunakan bahasa.
2.
Aktivitas berpikir
tidak pernah lepas dari suatu situasi atau masalah. Gejala bepikir tidak
berdiri sendiri, dalam aktivitasnya membutuhkan bantuan dari gejala jiwa yang
lain.
3.
Dengan mengakarnya
kebiasaan berpikir pada anak-anak, pikiran mereka akan cenderung kritis dan
merdeka dalam menilai, sehingga pikiran tak mudah terkena pengaruh luar.
B. Saran-saran
1. Berpikirlah
dengan otak yang jernih agar mendapatkan solusi atau jalan keluar dari setiap
masalah-masalah yang dihadapi!!
2. Dalam
berpikir hilangkan rasa ego dan hindari sifat ingin menang sendiri agar tidak
terjadi perpecahan antara sesama!!
SOAL-SOAL TENTANG BERPIKIR
1.
Mengapa
seseorang harus berpikir?
2.
Bagaimana
yang dikatakan dengan berpikir kreatif? Jelaskan!
3.
Hambatan-hambatan
apa saja yang terjadi dalam proses berpikir?
4.
Dalam pengertian alamiah (pengertian
yang diperoleh dengan sengaja), seseorang mendapatkannya melalui beberapa
tingkatan. Jelaskan tingkatan-tingkatan tersebut!
5.
Manakah yang lebih penting antara bahasa dan berpikir?
6.
Selain bahasa, alat apakah yang
cukup ampuh yang digunakan oleh seseorang dalam proses berfikir? Jelaskan
menurut pendapat anda!
7.
Jelaskan pengertian dari berpikir menurut pemahaman anda!
8.
Apa yang dimaksud dengan representatif? Dan apa perbedaan dan persamaan
antara berpikir induktif dan berpikir deduktif?
9.
Bagaimana
cara mengajak anak untuk berpikir dengan baik?
10.
Apa yang
dimaksud dengan problem solving? Jelaskan!
[1]
Sutrisno Ahmad,Suyoto Ahmad, Syamsudin Basyir dan Abu Darda’, Psikologi
Pendidikan, (Ponorogo : Penerbit Pondok Pesantren Darussalam Gontor 1425
H), hal. 40.
[2] Ibid.,
[3] Bimo
Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2004),
hal 178.
[6] Ibid.,
hal 175
[7] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum…,hal.
181.
[8] Ibid.,
hal. 180-191.
[9]
Ibnu Hasan dan Mohamed A. Khalfan, Pendidikan dan Psikologi Anak, (Jakatta
Selatan : Penerbit Cahaya,2006), hal.
140
[10] Ibid., hal. 141
Tidak ada komentar:
Posting Komentar