psikologi berfikir


BERPIKIR
Di
s
                                                                     U     
s
u
n
oleh:
KELOMPOK V
KHUSNUL KHOTIMAH
NANDA AMILISA RACHMAN
RINA ANDRIANI

FAKULTAS TARBIYAH
                         JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB 
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2012 M/1434 H



           BAB I
PENDAHULUAN
          Pendidikan merupakan suatu persoalan penting dalam kehidupan manusia dan tumpuan harapan untuk mengembangkan individu dan masyarakat.  dalam pendidikan, manusia dituntut untuk berpikir agar dapat melaksanakan dan mencapai apa yang dicita-citakan, karena manusia merupakan makhuk yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah dengan akal dan pikiran. Dengan adanya akal dan pikiran inilah manusia dapat melakukan apa yang diinginkan sesuai dengan jalan pikirnya masing-masing. Karena apabila manusia tidak dapat berpikir maka suatu pendidikan dan pekerjaan tidak akan terlaksana dengan baik
Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman dan pengertian yang kita hendaki. Dalam berpikir terdapat berbagai masalah tentang berpikir itu sendiri, seperti pengertian berpikir, berpikir kreatif, proses berpikir dan lainnya, mengenai berpikir akan kami bahas dalam makalah ini. Dengan makalah ini kita akan tahu bagaimana konsep-konsep dalam berpikir yang sebenarnya.  

BAB II
BERPIKIR
A.    Pengertian Berpikir
Ada beberapa pendapat dari pengertian berpikir itu sendiri, diantaranya adalah:
a.       Psikologi Asosiasi mengemukakan bahwa berpikir adalah jalannya tanggapan-tanggapan yang dikuasai oleh haluan asosiasi. Yang terpenting menurut aliran ini adalah terjadinya, tersimpannya dan bekerjanya tanggapan-tanggapan.
b.      Aliran Behaviourisme berpendapat bahwa berpikir adalah gerakan-gerakan reaksi yang dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara sama halnya seperti saat kita berbicara. Jadi menurut aliran ini berpikir sama dengan berbicara. Jika pada psikologi asosiasi unsur terpenting adalah tanggapan-tanggapan, sedangkan pada aliran behaviourisme ini unsur terpentingnya adalah refleks. Refleks adalah reaksi tak sadar yang disebabkan adanya perangsang dari luar.[1]
c.       Psikologi Gestalt mengemukakan bahwa berpikir merupakan keaktifan psikis yang abstrak yang prosesnya tidak dapat diamati dengan menggunakan panca indera kita.
Dari pendapat tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa pengertian berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman dan pengertian yang kita hendaki.[2]

B.     Proses Berpikir
Simbol-simbol yang digunakan dalam berpikir pada umumnya berupa kata-kata-kata atau bahasa, karena itu sering dikemukakan bahwa bahasa dan berpikir mempunyai kaitan yang erat. Dengan bahasa dapat menciptakan ratusan, ribuan simbol-simbol yang memungkinkan manusia dapat berpikir begitu sempurna apabila dibandingkan dengan makhluk lain. Sekalipun bahasa merupakan alat yang cukup ampuh dalam proses berpikir, namun bahasa bukan satu-satunya alat yang digunakan dalam proses berpikir, sebab masih ada lagi yang dapat digunakan yaitu bayangan atau gambaran. Untuk menjelaskan hal ini diberikan contoh sebagai berikut. Bayangkan bahwa Anda ada disuatu tempat di sudut kota misalnyan di Bulaksumur, dan Anda  diminta datang di Kraton. Dalam kaitan ini Anda akan menggunakan gambaran atau bayangan kota Yogyakarta, khususnya yang berkaitan dengan Bulaksumur dan Kraton, dan menentukan jalan-jalan mana saja yang akan ditempuh untuk berangkat dari Bulaksumur sampai di Kraton.
    Walaupun berpikir dapat menggunakan gambaran-gambaran atau bayangan-bayangan, namun sebagian besar dalam berpikir orang menggunakan bahasa atau verbal yaitu berpikir dengan menggunakan simbol-simbol bahasa dengan segala ketentuan-ketentuannya. Karena bahasa merupakan alat yang penting dalam berpikir, maka sering dikemukakan bila seseorang itu berpikir, orang itu bicara dengan dirinya sendiri.[3] 

C.    Macam-macam berpikir
a.       Berpikir Induktif
            Berpikir induktif adalah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari yang khusus menuju yang umum. Awalnya orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat dari berbagai fenomena, kemudian menaruh atau mengambil kesimpulan bahwa sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena tadi. Contohnya :
            Bayi A dilahirkan dalam keadaan menangis. Bayi B juga begitu, bayi C, D, E, F, G dan seterusnya juga demikian pula. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa semua bayi yang normal segera menangis ketika dilahirkan.Tepat atau tidaknya kesimpulan dari cara berpikir yang diambil secara induksi tersebut sangat bergantung pada representatif atau tidaknya sampel yang diambil yang mewakili fenomena secara keseluruhan, makin banyak sampel yang diambil berarti semakin representatif dan smakin dapat dipercaya keunggulan atau kebenaran dari kesimpulan tersebut dan sebaliknya.
b.      Berpikir Deduktif
Berpikir deduktif adalah suatu proses berpikir yang berlangsung dari yang umum menuju yang khusus orang bertolak dari suatu teori ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan bersifat umum. Dan dari yang bersifat umum itu ia menerangkannya kepada fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut. Contohnya :
1.      Manusia semua akan mati (kesimpulan umum)
Aisyah adalah manusia (kesimpulan khusus)
Jadi jamilah akan mati (kesimpulan deduktif).
2.      Semua logam jika dipanaskan akan memuai (kesimpulan umum)
Besi adalah logam (kesimpulan khusus)
      Jadi besi jika dipanaskan akan memuai (kesimpulan deduktif)
c.       Berpikir Analogis
Berpikir analogis adalah suatu proses berpikir dengan jalan menyamakan atau membandingkan fenomena-fenomena yang biasa. Orang beranggapan bahwa kebenaran dari fenomena yang pernah dialaminya berlaku pula bagi fenomena yang berlaku sekarang.[4]
Contohnya :
Setiap hari sekitar jam 09.00 WIB udara di atas kota Banda Aceh kelihatan berawan tebal, dan tidak lama sesudah itu hujan lebat turun sampai sore. Pada suatu hari, sekitar jam 09.00 WIB udara di atas kota banda Aceh berawan tebal, jadi kesimpulannya “sudah pasti sebentar lagi akan turun hujan lebat sampai sore”.

D.    Bentuk-Bentuk berpikir
1.      Berpikir dengan pengalaman
Dalam bentuk berpikir ini, kita harus giat menghimpun berbagai pengalaman, dari berbagai pengalaman pemecahan masalah yang kita hadapi, kadang-kadang satu pengalaman-pengalaman yang lain.
2.      Berpikir Representatif
Dengan berpikir representatif, kita sangat bergantung pada ingatan-ingatan dan tanggapan-tangapan saja. Tanggapan-tanggapan dan ingatan-ingatan tersebut kita gunakan untuk memecahkan masalah yang kita hadapi.
3.      Berpikir Kreatif
Dengan berpikir kreatif, kita dapat menghasilkan sesuatu yang baru, menghasilkan penemuan-penemuan baru. Kalau kegiatan berpikir untuk menghasilkan sesuatu dengan menggunakan metode-metode yang telah dikenal maka dikatakan berpikir produktif, bukan kreatif.
4.      Berpikir Reproduktif
Dengan berpikir ini, kita tidak menghasilkan sesuatu yang baru, tetapi hanya sekadar memikirkan kembali dan mencocokkan dengan sesuatu yang telah dipikirkannya.
5.      Berpikir Rasional
Untuk menghadapi suatu situasi dan memecahkan masalah digunakanlah cara-cara berpikir logis. Untuk berpikir ini tidak hanya sekadar mengumpulkan pengalaman dan membanding-bandingkan hasil berpikir yang telah ada, melainkan dengan keaktifan akal kita memecahkan masalah.[5]

E.     Tingkat-tingkat berpikir
            Aktivitas berpikir tidak pernah lepas dari suatu situasi atau masalah. Gejala bepikir tidak berdiri sendiri, dalam aktivitasnya membutuhkan bantuan dari gejala jiwa yang lain. Misalnya pengamatan, tanggapan, ingatan dan sebagainya.
            Aktivitas berpikir sendiri adalah abtrak. Namun demikian, dalam praktik sering kita jumpai bahwa tidak semua masalah dapat dipecahkan dengan cara abstrak. Dalam menghadapi masalah-masalah yang sangat pelik, kadang-kadang kita membutuhkan supaya persoalan yang kita hadapi menjadi lebih konkret. Sehubungan dengan ini memang ada beberapa tingkat berpikir:
1.      Berpikir Konkret
Dalam tingkatan ini kegiatan berpikir masih memerlukan situasi-situasi yang nyata/konkret. Tingkat berpikir ini pada umumnya dimiliki oleh anak-anak kecil. Konsekuensi didaktif pelajaran hendaknya disajikan dengan peragaan langsung.
2.      Berpikir Skematis
Sebelum meningkat pada bagian yang abstrak, memecahkan masalah dibantu dengan penyajian bahan, skema, corat-coret, diagram , simbol dan sebagainya. Walaupun pada tingkatan ini tidak berhadapan dengan situasi nyata/konkret, tetapi dengan pertolongan bagan-bagan, corat-coret ini dapat memlihatkan hubungan persoalan yang satu dengan yang lain, dan terlihat pula masalah yang dihadapi sebagai keseluruhan. Dengan pertolongan bagan-bagan tersebut situasi yang dihadapi tidak benar-benar konkret dan tidak benar-benar abstrak.
3.      Berpikir Abstrak
Kita berhadapan dengan situasi dan masalah yang tidak berwujud. Akal pikiran kita bergerak bebas dalam alam abstrak. Baik situasi-situasi nyata maupun bagan-bagan/simbol-simbol/gambar-gambar skematis tidak membantunya. Namun demikian, tidak berarti bahwa gejala pikiran berdiri sendiri melainkan tanggapan, ingatan membantunya. Di samping itu, kecerdasan pikir sendirilah yang berperanan memecahkan masalah. Maka tingkat ini dikatakan tingkat berpikir yang tertinggi. Orang-orang dewasa biasanya telah memilki kemampuan berpikir abstrak.[6]


F.     Cara Memperoleh Konsep Atau Pengertian
            Untuk memperoleh pengertian ada beberapa cara, yaitu dengan sengaja atau tidak sengaja. Pengertian yang diperoleh dengan tidak sengaja, ini yang sering disebut pengertian pengalaman. Tetapi ini tidak berarti bahwa pengertian yang diperoleh dengan sengaja itu bukan melalui pengalaman. Yang dimaksud dengan pengertian pengalaman disini ialah pengertian yang diperoleh dengan cara tidak sengaja, diperoleh sambil lalu dengan melalui pengalaman-pengalaman. Misalnya, seorang anak memperoleh pengalaman dengan tidak sengaja. Proses memperolehnya pada umumnya  melalui proses generalisasi, kemudian atas daya berfikirnya timbul proses diferensiasi ( proses membedakan satu dengan yang lain.
            Pengertian yang diperoleh dengan sengaja, yaitu usaha dengan sengaja untuk memperoleh pengertian atau konsep, yang kadang-kadang disebut dengan pengertian ilmiah. Proses memperolehnya ada beberapa tingkatan:
a)      Tingkat analisis
b)      Tingkat komperasi
c)      Tingkat Abstraksi
d)     Tingkat menyimpulkan[7]

G.    Problem Solving
            Secara umum dapat dikemukakan bahwa problem itu timbul apabila ada perbedaan atau konflik antar keadaan satu dengan yang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan, atau juga sering dikemukakan apabila ada kesenjangan antara das Sein dan das Sollen. Dalam problem solving terdapat istilah directed (mencari pemecahan atas masalah dan dipacu untuk mencapai pemecahan tersebut). Dalam mencari pemecahan terhadap problem solving itu, ada dua kaidah atau aturan pokok, yaitu kaidah algoritma dan horistik.
            Algoritma merupakan suatu perangkat aturan, dan apabila aturan ini diikuti dengan benar maka akan ada jaminan adanya pemecahan terhadap masalahnya. Misalnya apabila seseorang harus mengalikan dua bilangan, maka apabila orang tersebut mengikuti aturan dalam hal perkalian dengan benar, akan adanya jaminan orang tersebut memperolah hasil terhadap pemecahan masalahnya. Sedangkan kaidah horistik merupakan strategi yang biasanya didasarkan atas pengalaman dalam menghadapi masalah, yang mengarah pada pemecahan masalahnya tetapi tidak memberikan jaminan akan kesuksesan.

H.    Berpikir Kreatif
            Dalam problem solving, seseorang atau organisme mencari pemecahan terhadap masalah yang dihadapi. Namun dalam masalah berpikir orang akan dapat menemukan sesuatu yang baru, yang sebelumnya mungkin belum terdapat. Hal ini dapat dijumpai misalnya dalam diri seorang menulis ceritera, ataupun pada seorang ilmuan, ataupun pada bidang-bidang lain. Ini yang sering berkaitan dengan berfikir kreatif (creative thingking). Dengan berfikir kreatif orang menciptakan sesuatu yang baru, timbulnya atau munculnya hal baru tersebut secara tiba-tiba ini yang berkaitan dengan insight. Sebenarnya apa yang dipikirkan itu telah berlangsung, namun belum memperoleh sesuatu pemecahan, dan masalah itu tidak hilang sama sekali, tetapi terus berlangsung dalam jiwa seseorang yang pada suatu waktu memperoleh pemecahannya.

I.       Tingkatan-Tingkatan Dalam  Berpikir Kreatif
Dalam berpikir kreatif ada beberapa tingkatan atau stages sampai seseorang memperoleh sesuatu hal yang baru atau pemecahan masalah. Tingkatan-tingkatan itu adalah:
1)      Persiapan (preparation), yaitu tingkatan seseorang memformulasikan masalah, dan mengumpulkan fakta-fakta atau materi yang dipandang berguna dalam memperoleh pemecahan yang baru. Ada kemungkinan apa yang dipikirkan itu tidak segera memperoleh pemecahannya, tetapi soal itu tidak langsung hilang begitu saja, tetapi masih terus berlangsung dalam diri individu yang bersangkutan. Hal ini menyangkut fase atau tingkatan kedua yaitu fase inkubasi.
2)      Tingkat inkubasi, yaitu berlangsungnya masalah tersebut dalam jiwa seseorang, karena  individu tidak segera memperoleh pemecahan masalah.
3)      Tingkat pemecahan atau iluminasi, yaitu tingkat mendapatkan pemecahan masalah, orang mengalami “Aha”, secara tiba-tiba memperoleh pemecahan tersebut.
4)      Tingkat evaluasi, yaitu mengecek apakah pemecahan yang diperoleh pada tingkat iluminasi itu cocok atau tidak. Apabila tidak cocok lalu meningkat pada tingkat berikutnya yaitu
5)      Tingkat revisi, yaitu mengadakan revisi terhadap pemecahan yang diperolehnya.

J.       Sifat-Sifat Orang Yang Berpikir Kreatif
Orang yang berpikir kreatif itu mempunyai beberapa macam sifat mengenai pribadinya yang merupakan original person, yaitu:
1)      Memilih fenomena atau keadaan yang kompleks.
2)      Mempunyai psikodinamika yang kompleks, dan mempunyai skope pribadi yang luas.
3)      Dalam judgment-nya lebih mandiri.
4)      Dominan dan lebih besar pertahanan diri ( more self-assertive).
5)      Menolak suppression sebagai mekanisme kontrol.

K.    Hambatan Dalam Proses Berpikir
Dalam proses berpikir adanya titik tolak yang dijadikan titik awal dalam berpikir. Berpikir bertitik tolak pada masalah yang dihadapi oleh seseorang. Hal-hal atau fakta-fakta dapat dijadikan titik tolak dalam pemecahan masalahnya. Dalam proses berpikir tidak selalu berlangsung dengan begitu mudah, sering orang menghadapi hambatan-hambatan dalam proses berpikirnya. Sederhana tidaknya dalam memecahkan masalah bergantung pada masalah yang dihadapinya. Memecahkan masalah hitungan 6 x 7 akan jauh lebih mudah apabila dibandingkan dengan memecahkan soal-soal statistika misalnya. Hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam proses berpikir dapat disebabkan antara lain karena (1) data yang kurang sempurna, sehingga masih banyak lagi data yang harus diperoleh, (2) data yang ada dalam keadaan confuse, data yang satu bertentangan dengan data yang lain, sehingga hal ini akan membingungkan dalam proses berfikir. Kekurangan data dan kurang jelasnya data akan menjadikan hambatan dalam proses berfikir seseorang, lebih-lebih kalau datanya bertentangan satu dengan yang lain, misalnya dalam ceritera-ceritera dedektif. Karena itu ruwet tidaknya suatu masalah, lengkap tidaknya data akan dapat membawa sulit tidaknya dalam proses berfikir seseorang.[8]

L.      Mengajak Anak Berpikir
            Ajarilah anak-anak berpikir sendiri. Suatu saat, tatkala kebiasaan berpikir telah dikuasainya, dia akan melakukan lebih dari sekedar berpikir. Dia akan belajar merefleksikan sekaligus mempertimbangkan apapun secara alamiah, yang tak selalu harus senormal orang dewasa. Karenanya, Islam menginginkan kaum mukmin mengaplikasikan kebebasan berpikir demi memperkuat keyakinan akan “kebenaran”.
            Al-Quran menilai orang yang tak mau berfikir lebih buruk ketimbang hewan paling buruk:  “ Sesungguhnya binatang ( makhluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli, yang tidak mengerti apa-apa ( karena tak mau berpikir). (al-Anfal: 22).
Dengan mengakarnya kebiasaan berpikir, pikiran akan cenderung kritis dan merdeka dalam menilai. Sehingga pikiran tak mudah terkena pengaruh luar. Terlebih di masa sekarang ini, di mana media elektronik dimanfaatkan untuk mengendalikan pikiran para pemirsanya dan memanipulasi opini publik demi kepentingan-kepentingan pribadi. Dengan pikiran yang dibentengi, nilai-nilai
(yang luhur) akan  terjaga dan berbagai keputusan dapat diambil dengan cepat dan cermat. Dengan menggenggam pikiran dengan kedua tangannya sendiri, saat beranjak dewasa, si anak tak akan menjadi seorang yang suka ragu-ragu atau plin-plan dalam membuat keputusan penting. Dia tak akan meminjam keputusan orang lain, yang tak akan pernah menempatkan dirinya pada posisinya, tak pernah melindunginya dari status quo, dan dengan gampang meninggalkan masalah-masalah tak terpecahkan, karena baginya berinisiatif membuat keputusan hanyalah sebuah spekulasi. Jalan kehidupan memang penuh masalah. Saat sebuah masalah muncul, dekatilah ia untuk memasukkan ketentuan-ketentuan anda, sebelum berkembang dan mendekati anda seraya memasukkan ketentuan-ketentuannya sehingga memandang rendah anda. Namun, itu memerlukan kemampuan membuat keputusan yang cepat dan berani. Banyak orang baik yang tak memilikinya, karena tak diizinkan membangunnya di masa kanak-kanak. Mereka tak diajarkan berpikir. Dengan demikian, doronglah anak untuk berlatih membuat keputusan dalam masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Kendati harus sepenuhnya menyadari bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan orang tuannya.[9]

M.    Hasil Menakjubkan
            Hasil semua itu sangat menakjubkan , khususnya dalam hal kecepatan berpikir dan kepercayaan diri. Seringkali orangtua menghadapi anaknya mengajukan permintaan-permintaan tertentu yang mengandung pilihan; setelah menimbangnya, dia lalu memilih salah satunya dan siap memberi alasan, meskipun lemah atau buruk. Ini benar, seiring dengan tumbuhnya si anak. Karenanya anak menjadi begitu terlatih ketika menghadapi usulan teman sebayanya untuk meninggalkan pelajaran, yang jelas-jelas tidak baik.
            Secara alamiah, pelatihan meliputi situasi-situasi dimana anak juga akan menimbang pilihan-pilihan sekaitan dengan masalah ekonomi, lalu memutuskan untuk menabung. Ini dikarenakan selama pelatihan nalar dan pengambilan keputusan, masalah uang telah muncul dan sianak  akan mempelajari beberapa disiplin pengaturan uang. Bagi seorang anak yang belum tumbuh daya pikirnya, menalar akan mengundang emosinya. Sehingga setelah dewasa, dia mungkin akan membuat keptusan buruk bagi dirinya karena lebih menggunakan emosi ketimbang nalarnya. Dan jalan menuju neraka kehidupan ini akan terbentang lewat keputusan emosional.[10]

BAB III
PENUTUP
Bab ke tiga ini merupakan bab terakhir dari pembahasan makalah ini. Maka dalam bab penutup ini penulis akan menarik beberapa kesimpulan dari semua pembahasan terdahulu.  Kemudian sebagai pelengkapnya penulis juga mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan permasalahan yang telah ditemukan.   
A. Kesimpulan
1.      Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman dan pengertian yang kita hendaki. Berpikir dapat menggunakan gambaran-gambaran atau bayangan-bayangan, namun sebagian besar dalam berpikir orang menggunakan bahasa.
2.      Aktivitas berpikir tidak pernah lepas dari suatu situasi atau masalah. Gejala bepikir tidak berdiri sendiri, dalam aktivitasnya membutuhkan bantuan dari gejala jiwa yang lain.
3.      Dengan mengakarnya kebiasaan berpikir pada anak-anak, pikiran mereka akan cenderung kritis dan merdeka dalam menilai, sehingga pikiran tak mudah terkena pengaruh luar.
B. Saran-saran
1.      Berpikirlah dengan otak yang jernih agar mendapatkan solusi atau jalan keluar dari setiap masalah-masalah yang dihadapi!!
2.      Dalam berpikir hilangkan rasa ego dan hindari sifat ingin menang sendiri agar tidak terjadi perpecahan antara sesama!!

SOAL-SOAL TENTANG BERPIKIR
                                                        
1.      Mengapa seseorang harus berpikir?
2.      Bagaimana yang dikatakan dengan berpikir kreatif? Jelaskan!
3.      Hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam proses berpikir?
4.      Dalam pengertian alamiah  (pengertian yang diperoleh dengan sengaja), seseorang mendapatkannya melalui beberapa tingkatan. Jelaskan tingkatan-tingkatan tersebut!
5.      Manakah yang lebih penting antara bahasa dan berpikir?
6.       Selain bahasa, alat apakah yang cukup ampuh yang digunakan oleh seseorang dalam proses berfikir? Jelaskan menurut pendapat anda!
7.      Jelaskan pengertian dari berpikir menurut pemahaman anda!
8.      Apa yang dimaksud dengan representatif? Dan apa perbedaan dan persamaan antara berpikir induktif dan berpikir deduktif?
9.      Bagaimana cara mengajak anak untuk berpikir dengan baik?
10.  Apa yang dimaksud dengan problem solving? Jelaskan!




[1] Sutrisno Ahmad,Suyoto Ahmad, Syamsudin Basyir dan Abu Darda’, Psikologi Pendidikan, (Ponorogo : Penerbit Pondok Pesantren Darussalam Gontor 1425 H), hal. 40.
[2] Ibid.,
[3] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2004), hal 178.
[4]Sutrisno Ahmad,Suyoto Ahmad, Syamsudin Basyir dan Abu Darda’, Psikologi Pendidikan…, hal. 42.
[5] Abu Ahmadi, Psikologi umum, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2009), hal 174.
[6] Ibid., hal 175
[7] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum…,hal. 181.
[8] Ibid., hal. 180-191.
[9] Ibnu Hasan dan Mohamed A. Khalfan, Pendidikan dan Psikologi Anak, (Jakatta Selatan : Penerbit  Cahaya,2006), hal. 140
[10] Ibid., hal. 141


Baca Juga Artiker Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DAFTAR ISI